“Karena adanya penggusuran di wilayah Bong Suwung, anak-anak harus terpisah dari orang tuanya karena nggak sanggup buat menafkahi,” ujar Damar, perwakilan warga Bong Suwung kala mengantarkan perhatiannya pascapenggusuran yang dilakukan. Adanya pemetaan Sultan Ground (SG) Paku Alam Ground (PAG) yang diberikan kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI) dari Kesultanan Yogyakarta memicu penggusuran di wilayah Bong Suwung. Pemetaan ini menjadi pemantik dalam pengadaan diskusi pada Senin (07/10) di kantor Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta. Diskusi tersebut menaruh perhatian pada nasib kehidupan warga Bong Suwung pascapenggusuran. Diskusi ini dihadiri oleh perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Yogyakarta (PBHI), dan warga Bong Suwung.
Awal mula diskusi, Damar menjelaskan bahwa penggusuran yang dilakukan oleh PT KAI kepada warga telah diberikan uang kompensasi, namun tidak setimpal dengan kondisi saat ini. Ia menerangkan bahwa kompensasi yang diberikan kepada tiap kepala keluarga memiliki besaran yang berbeda dan tidak mencukupi untuk membeli tanah di kota. “Ada yang diberikan 750 ribu, 900 ribu, 8 juta, bahkan 10 juta, tetapi belum mencukupi untuk kehidupan sehari-hari,” tandasnya. Bahkan terdapat warga yang tidak mempunyai tempat tinggal dan memilih untuk tidur di berbagai tempat.
“Ada lima keluarga yang tidur di rumah saya, ada pula yang menginap 20 ribu per hari di Parangkusumo, ada juga yang tidur di pendopo-pendopo sekitaran rumah saya, dan bahkan ada juga yang memilih untuk tidur di depan hotel POP, karena tidak adanya uang yang dimiliki,” jelas Damar.
Restu, selaku perwakilan dari PBHI sekaligus tergabung dalam aliansi Bong Suwung, menanggapi permasalahan warga Bong Suwung dengan menyarankan adanya pengadaan relokasi pemukiman. Ia menegaskan bahwa pihak PT KAI dan pemerintah harus mengambil langkah strategis. “Sebenarnya kan kita bisa mengajukan permohonan ke pemerintah untuk pengadaan pemukiman atau rusunawa bagi masyarakat miskin di Bong Suwung,” tambahnya.
Selain itu, Restu melihat dampak dari nihilnya relokasi oleh pemerintah dan PT KAI telah memicu migrasi yang tidak terkontrol. Ia menyoroti bahwa banyak warga Bong Suwung yang bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK), sehingga ada kekhawatiran tentang penyebaran virus HIV. Ia menegaskan bahwa relokasi saja tidak cukup, pemerintah juga perlu memperhatikan aspek pekerjaan warga. “Kiranya kita juga perlu menuntut pemerintah untuk memfasilitasi pembukaan lapangan pekerjaan atau pelatihan,” jelasnya.
Restu menerangkan bahwa pengadaan rusunawa bisa dijalankan dengan menyurati pemerintah dan menganggarkan APBD kota. Hanya saja, penganggaran dari APBD kota tidak bisa dilakukan dengan cepat, memerlukan waktu setidaknya hingga tahun 2025. Selain durasi penganggaran, pengadaan rusunawa hanya bisa diakomodasikan bagi masyarakat yang ber-KTP Yogyakarta. “Masalahnya kan sekarang nggak semua warga Bong Suwung memiliki KTP Yogyakarta.”
Melanjutkan Restu terkait keterbatasan penggunaan rusunawa, Daniel salah satu perwakilan dari LBH Yogyakarta mengutarakan proses mutasi KTP bagi warga Bong Suwung yang tidak memiliki KTP Yogyakarta. “Perlu didata mana yang KTP Jogja dan mana yang bukan, sehingga ini bisa diupayakan sembari mengurus pengadaan pemukiman atau rusunawa,” ucapnya. Ia berharap bahwa melalui mutasi KTP, semua warga Bong Suwung akan mendapatkan fasilitas relokasi, baik dalam bentuk pemukiman baru maupun rusunawa, dengan syarat apabila pemerintah Kota Yogyakarta menyelenggarakan rencana pengadaan tersebut.
Adapun gambaran relokasi yang diusulkan oleh beberapa peserta forum di antaranya adalah lahan-lahan kosong yang terletak di area sepanjang Jalan Langensari. Selain itu, lahan kosong di area Jalan Badran dan Sempadan Sungai Winongo juga diusulkan dalam forum diskusi tersebut. “Setidaknya relokasi ini bisa muat banyak, minimal dua ribu meter persegi untuk pengadaan shelter atau pemukiman,” jelas Restu.
Pada akhir diskusi, Daniel menegaskan langkah yang akan diambil oleh forum. Ia mengusulkan agar forum meminta PT KAI memanfaatkan aset perumahan dinas sebagai tempat evakuasi sementara. Sementara itu, Restu menambahkan supaya forum bisa mengajukan surat permohonan pengadaan pemukiman kepada DPRD Kota. “Hari Rabu (9/10) atau Kamis (10/10) pekan ini kita akan menyurati pemkot dan PT KAI, kemudian Senin (14/10) minggu depan kita akan adakan audiensi lagi (setelah mengajukan surat permohonan),” jelas Restu.
Penulis : Arya Hakiim, Muhammad Iqbal
Editor : M. Zaky Al Ghifari
Fotografer : M. Zaky Al Ghifari
Ilustrator : Nais Nur Rafiah, Intan Nisa’ Sholikhah