Sengkarutnya Biaya Pemeliharaan GIK UGM dari UKT Mahasiswa

0
184
(bpmfpijar.com/Alam)

Simpul

  1. Potensi biaya pemeliharaan GIK terhadap UKT mahasiswa, menimbulkan pertanyaan mendasar tentang prioritas alokasi dana universitas dan implikasinya terhadap aksesibilitas pendidikan bagi mahasiswa.
  2. Pergeseran dan fungsi segmentasi GIK dari fasilitas kemahasiswaan menjadi pusat komersial, menimbulkan kekhawatiran tentang hilangnya ruang ekspresi dan kegiatan mahasiswa yang terjangkau, serta potensi eksklusivitas akses terhadap fasilitas GIK.
  3. Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana GIK, serta mekanisme pengawasan yang efektif untuk memastikan keberpihakan pada kepentingan mahasiswa.

 

Universitas Gadjah Mada (UGM) memiliki sebuah bangunan super creative hub terbesar se-Asia Tenggara dengan nama Gelanggang Inovasi dan Kreatifitas (GIK). Luas bangunan sebesar 19.817,50 m² di kawasan seluas 49.500 m² yang terdiri atas 8 zona. Pembangunan GIK UGM menjadi percontohan bagi kampus lain untuk membangun creative hub serupa. Awalnya, pembangunan GIK UGM hanya didasarkan atas renovasi bangunan Gelanggang Mahasiswa pada tahun 2015. Namun, pada tahun 2020, rencana ini berubah dengan penghancuran 3 bangunan lain, yaitu Bank Negara Indonesia (BNI), Gedung Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (PKKH), Gedung Direktorat Sistem dan Sumber Daya Informasi (DSSDI) untuk membangun super creative hub. Proyek ini termasuk dalam kategori Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan pembangunan didanai dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) ¹.

GIK diperuntukkan bagi kegiatan praktik dunia industri, hilirisasi hasil inovasi, kewirausahaan, serta menjadi pusat UGM Science Technopark dan Innovative Academy. Masuknya kurikulum dan praktek industri ke dalam kampus merupakan fokus perhatian Joko Widodo² di periode kedua jabatannya. Beliau melantik pelaku industri sebagai Menteri Pendidikan, yaitu Nadiem Makarim, yang mengeluarkan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Selain itu, melalui Pratikno sebagai Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) dan Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Gadjah Mada (MWA UGM), beliau menyetujui pembangunan GIK UGM dalam Rencana Strategis UGM Tahun 2022-2027. 

Gedung GIK ini akan dibarengi dengan berbagai persoalan, khususnya menyangkut biaya pembangunan dan pemeliharaan. Dari sisi dana pembangunan, terhitung sampai bulan Juni 2025, biaya yang telah dikeluarkan mencapai kurang lebih sekitar  Rp1.297.520.000.000. Awalnya, proses penyelesaiaan pengerjaan ditargetkan bulan Februari 2024³. Namun, hingga bulan September 2024, proses penyelesaian baru mencapai 40%. 

Biaya pemeliharaan dilansir melalui audiensi tertutup Forum Komunikasi Unit Kegiatan Mahasiswa (Forkom UKM) pada tanggal 17 Mei 2023 yang disampaikan oleh Wening Udasmoro, Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran UGM Periode 2022-2027. “pengelolaan dan pemeliharaan GIK sangat mahal, listrik menyala setiap hari jadi tidak semua gratis”. Lintang dalam Setyahadi (2024), memaparkan estimasi biaya perawatan dan operasional GIK UGM mencapai 2,5 hingga 3 miliar rupiah per bulan dan sekitar 25 miliar rupiah setiap tahun.

Biaya pemeliharaan sangat besar apabila dibandingkan dengan gedung fasilitas mahasiswa lainnya, seperti Gedung Teaching Industry Learning Center SV sebesar Rp1.974.485.039. Adapun anggaran APBN yang dihabiskan sampai bulan Juni 2025 mencapai kurang lebih Rp1.297.520.000.000. Ada beberapa masalah ketika sebuah  pemeliharaan fasilitas kemahasiswaan di lingkungan kampus sangat besar, yaitu potensi naiknya Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa. Mengapa ada kaitannya dengan UKT mahasiswa?

Pertama, berdasarkan Peraturan Rektor UGM Nomor 10 Tahun 2023⁴, disebutkan bahwa GIK adalah unsur penunjang UGM sebagai unsur pendukung tugas pokok UGM, yaitu menyelenggarakan pendidikan tinggi, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Status dan kedudukan GIK sama dengan Perpustakaan dan Arsip, Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM), Klinik Korps Pegawai Universitas Gadjah Mada (Korpagama), Gadjah Mada Medical Center (GMC), dan Rumah Sakit Akademik (RSA). Dengan menyandang status dan kedudukan sebagai unsur penunjang, maka biaya pemeliharaan GIK akan turut diambil dari UKT mahasiswa. 

Mengapa bisa begitu? Karena berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristekdikti) Nomor 2 Tahun 2024⁵, dijelaskan bahwa dalam Standar Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SBOPT) terdapat dua komponen biaya langsung (50%) dan biaya tidak langsung (50%). SBOPT ini digunakan oleh Kementerian Pendidikan untuk menetapkan Biaya Kuliah Tunggal (BKT) di setiap Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Lalu, BKT ini digunakan sebagai dasar penetapan tarif Uang Kuliah Tunggal. Maka, dalam tarif UKT yang ditetapkan, sejatinya terdapat dua komponen yang menyusunnya, yaitu Biaya Langsung (BL) dan Biaya Tidak Langsung (BTL). 

Perbedaan di antara keduanya adalah Biaya Langsung untuk biaya operasional secara langsung pembelajaran, seperti kegiatan kelas (kuliah tatap muka dan ujian), kegiatan diluar kelas (praktikum), kegiatan penyusunan tugas akhir atau skripsi, dan bimbingan akademik. Sedangkan Biaya Tidak Langsung untuk biaya operasional yang mendukung pembelajaran, seperti biaya administrasi umum, biaya pemeliharaan dan perbaikan fasilitas kampus, biaya kesehatan mahasiswa, biaya operasi peralatan, biaya utilitas (air dan listrik), biaya langganan internet, dan hal-hal lain yang mendukung pembelajaran. Jadi, UKT yang dibayarkan oleh mahasiswa sudah termasuk biaya pembayaran dan operasional kegiatan pembelajaran secara langsung dan tidak langsung. 

Menariknya, biaya kesehatan mahasiswa sebagai Biaya Tidak Langsung (BTL) diatur secara eksplisit melalui Peraturan Rektor UGM Nomor 711/P/SK/HT/2013 pasal 6 poin C yang berbunyi, “setiap mahasiswa berhak mendapatkan jaminan pemeliharaan kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan atau keputusan yang ditetapkan Universitas.” Bunyi pasal 6 poin C dijelaskan lebih lanjut melalui Keputusan Rektor UGM Nomor 6173/UN1.P/KPT/HUKOR/2021 tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan Mahasiswa. 

Maka, setiap mahasiswa yang berobat di fasilitas kesehatan UGM akan ditanggung sepenuhnya biaya atau mendapatkan potongan biaya tertentu. Hal ini tidak lain merupakan implementasi kebijakan dari UKT yang mengakomodasi Biaya Tidak Langsung pembelajaran. Selanjutnya, dalam konteks fasilitas kemahasiswaan, biaya pemeliharaan ini turut mengambil biaya dari pembayaran UKT mahasiswa. Selain itu, hal ini juga diatur di Peraturan Rektor UGM Nomor 711/P/SK/HT/2013 pasal 6 poin E, berbunyi “mahasiswa UGM berhak menggunakan fasilitas Universitas secara bertanggung jawab”. 

Dalam tren peningkatan kualitas dan penambahan kuantitas fasilitas mahasiswa, akan dibarengi dengan tren kenaikan biaya UKT karena biaya pemeliharaan fasilitas mahasiswa semakin besar. Menurut Garin Nugroho⁶, 70% pendanaan GIK akan bersumber dari kerjasama dan industri yang terdiri dari perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta, lalu 20% pendanaan dari kegiatan komersial. Contoh dari pihak mitra tenant yang berlokasi di GIK, seperti D’Crepes, Blibli, UGM Shop, Pempek Ny Kamto, Purrfect Coffee and Gelato, Qohwah Toko Kopi & Makanan, C28 Social Space.

Walaupun hampir sebagian besar pendanaan GIK berasal dari dana non-mahasiswa, hal ini justru menimbulkan kekhawatiran karena dana pemerintah melalui kementerian tidak tersedia lantaran status UGM sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) dan sumber dana hanya berasal dari perusahaan atau komersial. Maka, ketika dua sumber pendanaan tersebut tidak mencukupi atau tidak menutupi biaya pemeliharaan, maka akan mengambil dari UKT mahasiswa.

Hal ini tidak sekedar opini tanpa fakta, karena dalam kasus ketika mahasiswa menggunakan fasilitas kesehatan, mahasiswa terkait mendapatkan gratis biaya atau potongan biaya tertentu yang mengambil dari UKT. Maka, ketika mahasiswa menggunakan fasilitas kemahasiswaan, yaitu GIK, biaya pemeliharaan juga akan diambil dari UKT. Terlebih, dalam pernyataan Tim GIK yang menyebutkan bahwa sebagian besar ruang di GIK didanai oleh Ditmawa UGM, hal ini justru menguatkan bahwa fasilitas ini menggunakan dana dari mahasiswa karena dana yang dikelola dan digunakan Direktorat Kemahasiswaan Universitas Gadjah Mada (Ditmawa UGM) untuk membayar ruangan itu dari komponen Biaya Tidak Langsung.

Terlebih, di setiap sudut dan ruangan GIK terdapat fasilitas Wifi UGM dan dialiri listrik yang juga termasuk ke dalam komponen biaya tidak langsung UKT. Persoalan biaya GIK tidak berhenti pada dana pemeliharaan, tetapi berlanjut pada persoalan penggunaan ruangan kegiatan GIK melalui mekanisme penyewaan tempat dengan harga tertentu mulai dari jutaan hingga ratusan juta rupiah. Kawasan GIK disewakan untuk tenant produk makanan, barang, maupun kegiatan dokumentasi. Merujuk pada dokumen Rate Card dan Katalog Dokumentasi, biaya sewa mulai dari Rp500.000-Rp1.000.000 hingga ratusan juta rupiah. Contoh harga penyewaan seperti bangunan Joglo yang disewakan dengan harga Rp2.907.848 per jam, Rp27.915.342 per 12 jam, Rp20.936.506 per 8 jam untuk video shooting, Mini Auditorium disewakan dengan harga sebesar Rp1.658.431 per jam, Rp15.920.942 per 12 jam, Rp11.940.706 per 8 jam untuk video shooting. Lalu, Unit UGM Shop disewakan sebesar Rp133.547.320 per bulan dengan minimum penyewaan selama 2 tahun. 

Mahasiswa UGM akan dikenakan biaya serupa, sedangkan khusus bagi UKM, biaya masuk ke dalam anggaran kegiatan dari Ditmawa UGM. Walaupun masuk menjadi anggaran kegiatan UKM, tetapi ada potensi hal ini memotong pagu anggaran UKM. Apabila dibandingkan dengan fasilitas kemahasiswaan Gelanggang Mahasiswa UGM sebelum dihancurkan tahun 2020, hal ini berbanding terbalik karena, pertama, luas bangunan tidak sebesar GIK UGM yang menimbulkan biaya besar, kedua, operasional penyewaan tempat di Gelanggang Mahasiswa ditangani oleh mahasiswa, ketiga, biaya penyewaan sangatlah murah dan terjangkau, bahkan gratis, karena bangunan Gelanggang Mahasiswa memang sepenuhnya diperuntukkan bagi mahasiswa. 

Maka, segmentasi GIK UGM sekarang sudah berbeda, dengan luas bangunan dari bunderan UGM sampai GSP UGM. Lalu, biaya pemeliharaan  yang sangat mahal, dan operasional kegiatan tidak lagi dipegang oleh mahasiswa karena ada kepentingan lain, yaitu kegiatan industri dan komersial.

 

Daftar Pustaka

  1. Grehenson, G. (2023, agustus 23). Ketua MWA Tinjau Pembangunan Gedung GIK UGM. ugm.ac.id.   https://ugm.ac.id/id/berita/ketua-mwa-tinjau-pembangunan-gedung-gik-ugm/
  2. Chusna, F., & Galih, B. (2021, 07 27). Jokowi Minta Kampus Didik Mahasiswa dengan Industri, Bukan Dosen. Kompas.com. https://nasional.kompas.com/read/2021/07/27/13285771/jokowi-minta-kampus-didik-mahasiswa-dengan-kurikulum-industri-bukan-dosen?page=all 
  3. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (2024). Pembangunan Gedung Gelanggang Inovasi Kreatif UGM Tahap I Rampung April 2024. Kementerian Pekerjaan Umum. https://pu.go.id/kanal-gallery/2712 
  4. Wicaksono, D. (2023, September 8). Peraturan Rektor UGM Nomor 10 Tahun 2023. hukor.ugm.ac.id. https://hukor.ugm.ac.id/download/peraturan-rektor-ugm-nomor-26-tahun-2023/ 
  5. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2023, Januari 18). Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. peraturan.bpk.go.id. Retrieved Maret 08, 2025, from https://peraturan.bpk.go.id/Details/285478/permendikbudriset-no-2-tahun-2024 
  6. Grehenson, G. (2024, September 4). Bahas SOP Penggunaan Ruang, Pengelola GIK UGM Ajak UKM Diskusi Bersama. ugm.ac.id. https://ugm.ac.id/id/berita/bahas-sop-penggunaan-ruang-pengelola-gik-ugm-ajak-ukm-diskusi-bersama/ 

 

 

 

Penulis        : Sigit Bagas Prabowo
Penyunting : Fadillah Akbar
Ilustrator    : Ridho Alam Firdaus

LEAVE A REPLY