“Kilau kaca pintu kafe yang melambangkan gagasan besar, kini tertutup kaca film, melambangkan stagnasi dan kegagalan”
Kesejarahan dan Tujuan
Archipelago, sebuah nama yang dipilih untuk kafe di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, telah resmi beroperasi sejak 18 Agustus 2023, diresmikan oleh jajaran dekanat. Kehadiran Archipelago tentu saja menambah daya tarik tersendiri bagi fakultas ini, menjadikannya tak kalah menarik dibandingkan dengan fasilitas serupa di fakultas lain. Sebelumnya, ruang yang kini menjadi Archipelago Cafe ini berfungsi ganda sebagai Laboratorium Kewirausahaan yang berdiri di atas lahan seluas 7 × 9 meter persegi di lantai satu sayap timur gedung Fakultas Filsafat. Ruangan ini hadir untuk menumbuhkan semangat wirausaha, mengembangkan ide, dan mendorong inovasi bisnis di kalangan mahasiswa. Dengan didirikannya Archipelago, mahasiswa dipersiapkan untuk masuk dalam dunia bisnis.
Peresmian Archipelago membuka kesempatan lebar bagi para mahasiswa Filsafat untuk menjadi pekerja paruh waktu. Kesempatan ini selaras dengan perjanjian dan tujuan awal Archipelago, yaitu sebagai wadah bagi mahasiswa Filsafat dalam mengasah dan mempraktikkan keterampilan berbisnis. Alhasil, sejak rekrutmen pertamanya, animo mahasiswa untuk melamar pekerjaan di Archipelago terbilang tinggi. Pada periode awal tersebut, mayoritas pelamar berasal dari mahasiswa Filsafat angkatan 2022.
Pembangunan Archipelago berangkat dari ide seorang mahasiswa Filsafat yang melihat potensi pemanfaatan ruangan kosong di lantai satu sayap timur gedung Fakultas Filsafat. Ia kemudian mengajukan usulan kepada Iva Ariani, Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian, Kerjasama, dan Alumni, untuk merenovasi dan mengubah ruangan tersebut menjadi sebuah kafe. Usulan ini mendapatkan persetujuan sekaligus pendanaan dari pihak fakultas. Selain itu, realisasi Archipelago juga didukung oleh PT Pos Indonesia melalui skema sponsorship. Setelah diresmikan pada 18 Agustus 2023, Archipelago resmi menjadi aset Fakultas Filsafat yang pengelolaannya diemban oleh mahasiswa, dan menjadikan PT Pos Indonesia sebagai mitra.
Menurut penulis, Archipelago memiliki potensi sebagai ruang ideal bagi sivitas akademika untuk berbagai aktivitas, mulai dari sekedar bersantai, mengadakan rapat pertemuan, hingga mengerjakan tugas sembari menikmati secangkir kopi. Dilengkapi dengan pendingin ruangan dan tempat duduk yang nyaman menciptakan suasana yang mengundang mahasiswa untuk berkunjung dan bersantai. Dengan demikian, Archipelago berupaya menghadirkan ruang yang nyaman untuk menunjang produktivitas mahasiswa. Perlu ditegaskan bahwa target pasar Archipelago tidak terbatas mahasiswa Filsafat, tetapi juga merangkul dari berbagai fakultas, termasuk mahasiswa Mata Kuliah Wajib Kurikulum (MKWK) yang diselenggarakan di Fakultas Filsafat.
Sekilas Perenungan
Kemunculan ide bisnis ini membawa penulis pada perenungan yang lebih mendalam terkait realitas yang melingkupinya. Kehadiran Archipelago secara implisit mengafirmasi semangat untuk mengakomodasi agenda pro-neoliberalisme dalam pendidikan. Neoliberalisme sebagai pandangan yang menekankan individualisme dan mekanisme pasar bebas, telah secara signifikan menjamah sistem pendidikan di era globalisasi saat ini. Dalam konteks pendidikan tinggi, neoliberalisme tercermin dalam praktik dan kebijakan yang berorientasi pada pemenuhan target pasar. Akibatnya, fenomena ini berpotensi menggeser fungsi fundamental struktur pendidikan dengan menempatkan mahasiswa sebagai konsumen, fakultas sebagai penyedia layanan, dan lulusannya sebagai produk. Sepintas, fenomena tersebut membentuk relasi transaksional di antara elemen-elemen tersebut.
Analisis Rencana Jangka Menengah Nasional (RPJMN) mengidentifikasikan bahwa beragam program di perguruan tinggi belum sepenuhnya selaras dengan kesiapan pasar tenaga kerja. Kesiapan yang dimaksud adalah penguasaan soft-skills krusial, seperti kemampuan berbahasa asing, berpikir kritis dan analitis, inovatif, kepemimpinan, negosiasi, dan kerja tim. Selain itu, ketidaksesuaian dengan pasar tenaga kerja juga dipengaruhi oleh dominasi mahasiswa dan lulusan dari bidang humaniora atau ilmu sosial, sementara jumlah lulusan di bidang sains dan keteknikan masih terbatas. Kondisi ini menciptakan ketidakseimbangan antara kelebihan pasokan dan kebutuhan akan tenaga kerja yang kompeten, terutama di era globalisasi industri yang semakin mengandalkan keahlian di bidang sains dan keteknikan. Oleh karena itu, perguruan tinggi berlomba-lomba meningkatkan daya saing melalui berbagai upaya pemenuhan target pasar tenaga kerja, salah satunya melalui pengembangan jiwa kewirausahaan.
Archipelago dengan nuansa neoliberalisme yang kental, secara implisit mendorong mahasiswa ilmu humaniora untuk dicetak dan dipersiapkan menjadi sumber daya pemenuhan pasar tenaga kerja. Menurut penulis, fenomena ini muncul sebagai respons perguruan tinggi terhadap ketidakseimbangan kelompok ilmu. Bertolak dari kondisi ini, mahasiswa dibekali dengan keterampilan spesifik agar lebih kompetitif dalam persaingan dunia kerja. Atas dasar pemenuhan tenaga kerja, pendidikan—dalam pandangan neoliberalisme—cenderung direduksi menjadi sekadar instrumen untuk menjamin kepastian pekerjaan setelah lulus. Implikasinya, alih-alih menghasilkan mahasiswa yang haus akan ilmu pengetahuan, sistem neoliberalisme justru melahirkan individu-individu siap pakai untuk industri.
Pada hakikatnya, meskipun terdapat sejumlah persoalan dalam praktik neoliberalisme, kegiatan komersial di lingkungan pendidikan tetap memiliki dampak positif tertentu. Salah satunya adalah potensi untuk mempersiapkan mahasiswa dan lulusan agar lebih familiar dengan dunia kerja. Kebijakan ini sekaligus menawarkan solusi praktis terhadap ketidakseimbangan tenaga kerja, meskipun berpotensi menumpulkan nalar kritis mahasiswa. Namun demikian, jika penulis mencermati dinamika Archipelago—terutama yang berkaitan dengan tujuan pemberdayaan mahasiswa, pelatihan kewirausahaan, dan pengembangan ide bisnis—implementasinya saat ini masih menunjukkan inkonsisten.
Ketidakpastian Tujuan dalam Ilusi Kejayaan
Seiring waktu, Archipelago mengalami stagnasi dan bahkan kemunduran. Rencana-rencana yang telah ditetapkan dapat dikatakan tidak berhasil. Sebagai contoh, inisiatif untuk membuka jasa layanan pengiriman surat dan barang, serta pembayaran uang digital sebagai wujud kerja sama dengan PT Pos Indonesia, tidak pernah terealisasi, hingga akhirnya Archipelago berhenti beroperasi.
Berbeda dengan kondisi terkini, setahun sebelumnya Fakultas Filsafat menerima kunjungan Direktur Utama PT Pos Indonesia (Persero), Faizal Rochmad Djoemadi. Dalam kunjungan tersebut, ia secara langsung meninjau Archipelago. “Selamat kepada kafe Archipelago yang keren, yang dikelola oleh mahasiswa Filsafat yang pandai berbisnis,” sambutnya. Sambutan yang disampaikan saat peninjauan Archipelago tersebut tampak kontras dengan kenyataan di lapangan saat ini. Pertanyaan yang perlu direfleksikan adalah: Atas dasar apa pernyataan tersebut dilontarkan?
Hampir dua tahun sejak peresmiannya, Archipelago tiba-tiba menghentikan operasionalnya tanpa kejelasan mengenai kelanjutannya. Berdasarkan penelusuran, beredar informasi bahwa penutupan kafe ini bersifat sementara, sembari menunggu proses transisi manajemen. Sebelumnya, Archipelago dikelola oleh seorang mahasiswa Filsafat. Namun, karena alasan tertentu, pihak fakultas memutuskan untuk mengganti pengelola yang semula diemban oleh mahasiswa tersebut dan mengalihkannya kepada mitra baru. Saat ini, santer terdengar kabar bahwa pengelolaan kafe telah beralih kepada PT Hari Baik Kita, yang juga dikenal dengan merek Dua Kerbau (merek sama yang mengelola kafe di Fakultas Pertanian).
Pengalihan manajemen Archipelago kepada Dua Kerbau menimbulkan sejumlah pertanyaan, terutama terkait potensi inkonsistensi dengan tujuan awal pendiriannya. Meskipun berada di bawah manajemen baru, Dua Kerbau mendapatkan hak pengelolaan dengan tetap melibatkan mahasiswa Filsafat sebagai bagian dari tim pengelola. Namun, kejelasan mengenai kelanjutan operasional kafe ini, serta status kemitraan dengan pihak sebelumnya, masih belum terungkap sepenuhnya. Di sisi lain, informasi terkait transisi ini juga terbatas dan sulit diakses, mengingat adanya indikasi kurangnya transparansi dari pihak fakultas dalam memberikan keterangan (berdasarkan pengakuaan salah satu awak redaksi BPMF Pijar).
Di bawah manajemen Dua Kerbau, Archipelago direncanakan akan kembali beroperasi dalam waktu dua pekan setelah dimulainya perkuliahan semester genap 2025. Akan tetapi, hingga saat ini, belum tampak indikasi pembukaan kembali. Terlepas dari berbagai dinamika yang terjadi, tulisan ini bertujuan sebagai wujud pengawalan keberlangsungan Archipelago. Tujuan awal Archipelago harus tetap konsisten sejak peresmiannya, yaitu pemberdayaan mahasiswa Filsafat, harus tetap menjadi landasan utama, terlepas dari perubahan manajemen yang terjadi.
Sejak awal pendirian hingga kemitraan terbarunya, sebagaimana informasi dari Hubungan Masyarakat (Humas) Fakultas Filsafat, tujuan Archipelago tetap konsisten, yaitu memberdayakan mahasiswa melalui pelatihan soft skill dan hard skill yang esensial sebagai bekal memasuki dunia kerja. Dengan demikian, tidak dapat disangkal bahwa pendirian Archipelago ini diwarnai oleh nuansa pro-neoliberalisme pendidikan, di mana perguruan tinggi mulai memberikan perhatian pada faktor-faktor kesiapan yang dibutuhkan dalam memenuhi tuntutan pasar tenaga kerja. Kendati demikian, pertanyaan yang mengemuka adalah: Apakah pola kerja sama ini akan serupa dengan pengalaman sebelumnya?
Daftar Pustaka
Grehenson, G. (2023, Agustus 18). Fakultas Filsafat UGM Resmikan Laboratorium Kewirausahaan dan Co-working Space Mahasiswa. ugm.ac.id. https://ugm.ac.id/id/berita/fakultas-filsafat-ugm-resmikan-laboratorium-kewirausahaan-dan-co-working-space-mahasiswa/
Adriany, V. 2018. Neoliberalism and practices of early childhood education in Asia. Policy Futures in Education, 16 (1), 3–10. https://doi.org/10.1177/1478210317739500
Bappenas. 2020. “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024.”
Gloria. (2024, Maret 25). Fakultas Filsafat Terima Kunjungan Direktur Utama Pos Indonesia. ugm.ac.id.https://ugm.ac.id/id/berita/fakultas-filsafat-terima-kunjungan-direktur-utama-pos-indonesia/
Gloria. (2025, Maret 11). Fakultas Filsafat dan PT Hari Baik Kita Jalin Kerja Sama Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa. filsafat.ugm.ac.id. https://filsafat.ugm.ac.id/2025/03/11/fakultas-filsafat-ugm-dan-pt-hari-baik-kita-jalin-kerja-sama-pengembangan-kewirausahaan-mahasiswa/
Wawancara Mantan Pengelola Archipelago Cafe.
Penulis : Ahmad Yinfa Cendikia, Agito Yacobson Sitepu
Editor : Muhammad Iqbal
Illustrator : Judith Egalita