“Menyambung hidup itu akan sulit”
Keluh tersebut dilontarkan Ketua Paguyuban Bong Suwung, Jati Nugroho, atau kerap disapa Pak Nug, dalam forum audiensi antara warga Bong Suwung dengan Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), pada Rabu (17/9). Nug menjelaskan audiensi ini dilakukan untuk mendapatkan penangguhan Surat Peringatan ketiga (SP 3) oleh Ombudsman, terhadap PT Kereta Api Indonesia (KAI) Yogyakarta. Nia Fitriawati, salah satu warga Bong Suwung, menjelaskan mulanya massa berkumpul di Balai Bong Suwung sejak pukul 08.00 WIB dan berangkat menuju kantor Ombudsman Jalan Gejayan pada pukul 08.30 WIB. “Kami sampai di sana sekitar pukul 09.00 WIB, ada yang naik bus dan ada juga yang naik motor,” ujar Nia.
Audiensi dimulai pada pukul 10.00 WIB, di Ruang Rapat Kantor Ombudsman. Mulanya, Nug mengungkapkan bahwa PT KAI telah mengeluarkan dua surat peringatan kepada warga Bong Suwung untuk segera (meninggalkan tempat tinggalnya?) dengan dalih penataan daerah. Surat peringatan ketiga dijadwalkan akan turun pada Kamis (19/9). “PT KAI tidak memberikan pilihan lain untuk warga selain penggusuran,” jelas Nug. Salah satu warga dalam audiensi juga mengungkapkan keberatannya terhadap rencana penataan daerah Bong Suwung yang hanya dalam waktu dekat.
Dalam audiensi juga diterangkan awal dari semrawutnya kejadian ini, mulanya tahun 2010 PT KAI mengajukan rencana penataan daerah Bong Suwung, saat itu perseteruan hubungan antara warga dan PT KAI berjalan tentram. “Dulu, tahun 2010 dan 2013 sebelum ada surat Palilah, ini sifatnyakan kita sama-sama cari makan,” ungkap Nug. Namun, situasi ini berubah pada Juni 2024 ketika surat Palilah dikeluarkan oleh Keraton Yogyakarta. Nug menjelaskan, biasanya proses penerbitan surat tersebut memakan waktu 3 hingga 4 tahun, tetapi kali ini hanya memakan waktu 1 bulan untuk PT KAI.
PT KAI Menutup Mata
“Sampai detik ini PT KAI tidak mau tau” tegas Nug
Nug menjelaskan, sampai saat ini para warga Bong Suwung belum mengetahui fungsi penataan lahan dari tanah yang mereka tempati nantinya. “Adanya cuma perkataan penataan,” tutur Nug. Ia meyakini bahwa istilah penataan sebenarnya berarti penggusuran. Nug, juga menegaskan bahwa PT KAI sudah bersikap arogan karena memiliki surat Palilah dari Keraton Jogja.
Pada pukul 11.30 WIB, audiensi warga Bong Suwung dan Ombudsman berakhir dengan penyerahan surat tuntutan yang akan ditindaklanjuti. Setelah itu, warga langsung menuju Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Yogyakarta, untuk melanjutkan audiensi dengan anggota dewan. Rombongan tiba sekitar pukul 12.30 WIB dan diterima oleh pihak DPRD. Namun, anggota DPRD tidak dapat menemui warga Bong Suwung. Karena pada hari yang sama, juga berlangsung audiensi dengan Pedagang Kaki Lima (PKL) Malioboro. Pertemuan dengan warga Bong Suwung diagendakan pada Kamis (19/9), bertepatan dengan SP 3 dari PT KAI.
Pasrah di Kehampaan
Kini, warga Bong Suwung hanya bisa pasrah, mengharapkan Ombudsman untuk dapat menunda SP 3 yang akan dikeluarkan oleh PT KAI. “Harapannya kalau dari Ombudsman tadi, semoga mereka bisa menunda SP 3-nya ya,” harap Nia. Ia juga mengapresiasi tanggapan dari pihak Ombudsman yang terbuka untuk diajak berdiskusi.
Meskipun warga Bong Suwung berharap dapat memenangkan sengketa dengan PT KAI, keberadaan surat Palilah yang bersifat keistimewaan membuat harapan mereka semakin pudar. “Jangankan kita, pejabat presiden nomor 1 saja masuk ke Jogja juga tidak bisa, harus tunduk kepada keistimewaan,” terang Nug. Ia juga menambahkan, kondisi mereka kini sudah benar-benar di ujung tanduk.
Kendati diambang ketidakpastian tempat tinggal, Nia yakin dengan hal yang mereka lakukan. “Setidaknya walaupun kalah, kami kalah dalam perlawanan,” seru Nia. Di akhir, ia menyampaikan setidaknya akan ada berita kepada publik mengenai warga Bong Suwung yang terus melawan itu ada. “Semoga tidak ada Bong Suwung lainnya lagi yang diusir secara tidak manusiawi.” tutup Nia.
Penulis : Muhammad Insan An Nafis, Hadrian Galang Widyadhana (Magang)
Penyunting : Fadillah Akbar
Fotografer : Muhammad Insan An Nafis (Magang)
Illustrator : Intan Nisa’ Sholikhah