(bpmfpijar.com/ Michelle Gabriela)
Aliansi Solidaritas Untuk Wadas (ASUW) berkoalisi dengan Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) dan Wadon Wadas kembali lakoni aksi di depan gerbang kantor Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWS-SO), Kelurahan Caturtunggal, Kapanewon, Depok, pada Selasa (8/3).
Hari itu, bertepatan dengan satu bulan pendudukan dan pengepungan oleh aparat di Desa Wadas. Ratusan massa aksi melakukan mujahadah bersama, kemudian dilanjutkan dengan penyampaian orasi politik oleh berbagai elemen massa aksi. Selain itu, aksi kali ini yang bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional memberi porsi besar untuk isu perempuan yang dibawa Wadon Wadas.Dalam salah satu orasi politik, Wadon Wadas menyampaikan keluh kesah dan penderitaan perempuan Wadas selama pendudukan aparat. Wadon Wadas sebagai representasi kelompok perempuan Wadas menuntut penanganan, pemulihan, dan pendampingan kepada anak-anak dan perempuan atas trauma akibat tindakan represif oleh negara yang dilakukan aparat saat pengukuran tanah di Desa Wadas.
Sedikit menengok ke belakang, menurut kesaksian dari Siswanto, salah seorang warga Desa Wadas, pada tanggal 7 hingga 11 Februari, ratusan aparat kepolisian menduduki Desa Wadas. Selama beberapa hari pendudukan aparat tersebut, terjadi tindakan represif dan penangkapan sejumlah warga yang menolak penambangan batuan andesit di desa mereka.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, terdapat 67 orang yang ditangkap, termasuk lansia dan anak di bawah umur di dalamnya. LBH Yogyakarta juga menyatakan bahwa tidak sedikit dari mereka yang ditangkap mengalami kekerasan oleh aparat kepolisian. Tidak hanya melakukan kekerasan, aparat kepolisian juga melakukan intimidasi terhadap warga Desa Wadas yang kontra terhadap penambangan.
Aparat kepolisian berdalih pendudukan mereka hanya sebatas mengawal pengukuran tanah yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional Purworejo dan BBWS-SO. Namun, menurut kesaksian Siswanto, dalih tersebut tidak masuk akal. Pasalnya, menurutnya, aparat yang dikerahkan berjumlah ratusan dengan senjata lengkap. “Jarak dari pos 1, Kali Ancar hingga ujung Randu Parang, sekitar empat kilometer dan sepanjang jalan itu ratusan aparat berjejer dengan senjata lengkap,” jelas Siswanto.
Siswanto juga menegaskan bahwa pendudukan aparat tersebut membuka kembali trauma yang dialami warga Wadas, khususnya perempuan dan anak-anak. Tindakan represif aparat tersebut bukan kali pertama yang terjadi di Desa Wadas.
Hal serupa juga disampaikan oleh Wetub Ilham, anggota LBH Yogyakarta yang BPMF Pijar temui ketika aksi berlangsung. Menurut pengakuannya, tidak hanya orang tua yang mengalami kekerasan, tetapi juga anak-anak mengalami trauma yang mendalam. Ia juga menyampaikan bahwa selama pendudukan aparat, anak-anak di Desa Wadas tidak berani bersekolah. “Hingga saat ini, masih banyak anak yang ketakutan ketika melihat aparat. Tidak jarang dari mereka menundukkan kepala atau lari memeluk ibunya ketika melihat aparat yang masih berkeliaran di Desa Wadas,” terang Wetub.
Wetub juga menuturkan alasan kembali mengadakan aksi di BBWS-SO. Menurutnya, BBWS-SO merupakan instansi negara yang memprakarsai penambangan batu andesit di Desa Wadas. “Instansi ini juga yang membuat Wadon Wadas mengalami kriminalisasi dan intimidasi,” jelas Wetub.
BBWS-SO Tidak Mau Menemui Massa Aksi
(bpmfpijar.com/ Michelle Gabriela)
Menurut pengamatan BPMF Pijar, hingga siang hari, massa aksi tidak kunjung mendapat respons baik dari dalam gedung BBWS-SO. Pada pukul 12.45 WIB, massa aksi yang geram mencoba mendobrak gerbang kantor BBWS-SO. Dobrakan tersebut berhasil merobohkan gerbang kantor BBWS-SO. Aksi tersebut langsung direspon oleh aparat kepolisian dengan ancaman terhadap penangkapan massa aksi.
Pada pukul 13.00 WIB, massa aksi berinisiatif memobilisasi Wadon Wadas untuk menyingkir dari lokasi aksi. Wadon Wadas yang sudah menyingkir dari lokasi aksi selanjutnya bergabung dalam aksi Hari Perempuan Internasional di Tugu Yogyakarta.
Pada pukul 13.15 WIB, perwakilan dari massa aksi mencoba menjalin dialog dengan pihak BBWS-SO agar mereka berkenan menemui massa aksi dan melakukan audiensi. Namun, dialog tersebut tidak membuahkan hasil. Kekecewaan massa aksi pun kembali memuncak, mereka mencoba mendorong kembali gerbang kantor BBWS-SO sambil memasang spanduk-spanduk penolakan penambangan.
Tidak lama setelah itu, terdengar kabar bahwa pihak BBWS-SO akan menemui massa aksi. Namun, hingga pukul 14.30 WIB tidak ada satupun perwakilan dari BBWS-SO yang menemui massa aksi. Akhirnya, pada pukul 15.00 WIB salah seorang perwakilan dari massa aksi mengambil toa dan menyatakan bahwa mereka akan kembali mengadakan aksi di BBWS-SO. “Hari ini kita membubarkan diri untuk mengadakan konsolidasi dan besok kita akan kembali lagi dengan massa yang berlipat ganda,” ujarnya.
Reporter : Michelle Gabriela Momole, Gayuh Hana Waksito
Penulis : Michelle Gabriela Momole, Gayuh Hana Waksito
Penyunting : Ayom Mratita Purbandani