Wejangan Alumni Filsafat Perkara Lulus Mau Jadi Apa

0
1118

(bpmfpijar.com/ilustrasi: parama)

Meski termasuk ilmu tua yang eksistensinya sepurba peradaban, filsafat masih menjadi salah satu primadona ilmu untuk dipelajari dan dijadikan sebagai bidang utama keahlian. Di sisi lain, terdapat stigma melekat dalam masyarakat bahwa mempelajari bidang ilmu ini tidak akan memberikan masa depan yang cerah. Pasalnya, di era yang apa-apa serba digital ini, ilmu filsafat dianggap hanya ilmu abstrak, kuno, dan tidak laku di pasar industri.

Akan tetapi, Nezar Patria, Direktur Kelembagaan PT. Pos Indonesia, dalam Talkshow Inspiring Alumni yang diselenggarakan oleh PPSMB Dialektika, Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada 2021 pada Rabu (04/08), menampik stigma tersebut. “Kita (para lulusan filsafat) akan dibutuhkan di masa depan, percayalah!” tegas Nezar yang juga merupakan jebolan Fakultas Filsafat angkatan 1997 itu.

Diskusi yang menjadi salah satu rangkaian kegiatan PPSMB Dialektika di hari pertama itu, bertujuan untuk memberikan wejangan dari alumni fakultas Filsafat kepada mahasiswa baru. Perlu diketahui, kedua alumni yang dihadirkan panitia dalam diskusi kali ini rupanya telah dianggap sukses menaklukan dunia perkuliahan dan kerja. Pada kesempatan kali ini, mereka akan membeberkan pengalamannya sekaligus merespon keresahan mahasiswa menyoal, “lulus filsafat mau jadi apa?”. 

Berdasarkan fakta di lapangan, Nezar mengamati bahwa di masa kini terjadi perubahan sistem nilai dalam masyarakat yang didorong oleh pesatnya perkembangan teknologi dan informasi, salah satunya dengan hadirnya teknologi Artificial Intelligence (A.I). Akibatnya, terjadi disrupsi teknologi yang menyebabkan manusia mengalami dilema etis akibat perubahan yang terjadi secara mendadak. 

Atas dasar itu, menurutnya bakal dibutuhkan seorang ahli yang memiliki kemampuan untuk memecahkan dilema itu. Para lulusan filsafat, kata Nezar, berpeluang besar menempati posisi strategis tersebut. Sebab, lulusan filsafat memiliki kemampuan analisa yang kritis dan komprehensif. “Anda (mahasiswa filsafat) di masa depan akan dicari oleh perusahaan yang bergerak di bidang teknologi dan informasi, atau perusahaan lain yang membutuhkan pertimbangan-pertimbangan pada dimensi kemanusiaan,” jelasnya. 

Ajar Edi, alumni Fakultas Filsafat angkatan 1997 yang kini menjabat sebagai Director Corporate Affairs di Microsoft Indonesia pun mengamini apa yang disampaikan Nezar. Akan tetapi, ia berpendapat bahwa bukan hanya lulusan lah yang berpengaruh, tetapi ada beberapa hal yang harus dimiliki jika ingin bisa survive. Menurutnya, setidaknya ada tiga pondasi yang harus disiapkan untuk mencapai keberhasilan, tatkala selesai kuliah hingga menuju dunia yang sebenarnya; dunia kerja.

Pertama, menjadi pribadi yang autentik. Hal ini bisa diraih dengan mengambil pilihan secara sadar dan bertanggung jawab atas pilihan diri pribadi. Dalam hal sifat, Ajar menyebutkan bahwa keotentikan bisa diraih dengan menguatkan empati, menjaga integritas, menghormati diversitas, dan inklusivitas. Hal sederhana yang bisa dilakukan, kata Ajar, dengan bercermin kepada visi misi UGM dan khususnya Fakultas Filsafat untuk dijadikan sebagai cermin bertindak selama menjalani aktivitas di kampus. 

Kedua, memiliki growth mindset. Menurut Ajar, hal ini dapat ditunjukkan, dengan mengembangkan soft skills, memperkuat kapasitas personal dengan mengubah tantangan menjadi peluang, serta menghargai setiap proses dan mengambil pelajaran pada tiap pelajaran. Kegiatan-kegiatan positif yang ia disarankan, misalnya program Kampus Merdeka dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, seminar-seminar akademik, kunjungan ke perpustakaan, dan kelas-kelas daring yang tersebar di internet.

Ketiga, networking. Selama berkuliah, kata Ajar, baiknya membangun hubungan pertemanan seluas mungkin. Tapi, pertemanan yang dimaksud adalah ketika berhubungan dengan orang lain lebih saling menghargai, menjaga hubungan, dan yang pasti bukan karena butuh saja. Tindakan nyata yang bisa dilakukan, diantaranya dengan membangun personal brand, meningkatkan digital brand, dan kemampuan komunikasi. “Bisa diraih juga dengan bergabung dengan organisasi-organisasi dan acara-acara yang melibatkan banyak pihak,” imbuhnya. 

Selain tiga hal tersebut, Ajar juga menyampaikan kompetensi yang harus dimiliki untuk bisa sukses dalam karir. Dari aspek internal, mahasiswa diminta membuat rencana matang ke depan, serta berusaha menjalankan rencana itu sebaik-baiknya. Semakin baik dan terstruktur rencana, maka semakin baik pula hasil yang akan didapatkan. Pun juga pertimbangan atas proses menguatkan bidang-bidang yang dirasa penting untuk kehidupan selanjutnya. Selain itu, memiliki mentor juga sangat penting guna pembimbing dan kawan diskusi untuk merencanakan pilihan-pilihan hidup.

Dari aspek eksternal, Ajar mengungkapkan bahwa ada beberapa hal yang krusial. Satu di antaranya, yaitu adaptasi dan kerja keras. “Di dunia kerja, tidak ada keberuntungan. Hanya ada kerja keras,” paparnya. Fokus kepada karir ketika lulus dan juga melakukan kolaborasi yang menguntungkan. “Teman-teman harus melatih kolaborasi dan teamwork. Dengan cara apa? Ya dengan cara ikut UKM, macem-macem.”

Selanjutnya, jika diharuskan memilih fokus pada akademik ataukah melatih pengembangan diri untuk keperluan karir di masa depan, Ajar berpendapat bahwa keduanya harus diseimbangkan. “Jika teman-teman ingin memulai start-up atau usaha rintisan sendiri, ya tidak apa-apa akademik dipinggirkan. Tapi, jika ingin bekerja di perusahaan, ada beberapa urusan administrasi yang harus dituntaskan, seperti kelulusan, nilai, dll,” jelasnya.

“Pada akhirnya, apa yang menentukan prospek karir ke depan bukan hanya soal jurusan, melainkan bagaimana kita membentuk diri kita dalam konotasi yang positif,” pungkas Ajar.  (Dian/Haris) 

LEAVE A REPLY