(bpmfpijar.com/istimewa)
Setelah sekian tahun wacana pembangunan sejumlah fasilitas kemahasiswaan Universitas Gadjah Mada (UGM) dialokasikan, kini hanya dibiarkan mangkrak begitu saja. Janji tinggallah janji, pihak kampus acapkali menebar janji manis untuk segera menyelesaikan pembangunan. Tapi nyatanya, malah menyimpan segudang masalah dengan berusaha mengulur-ulur waktu pembangunan.
Gedung Olahraga (GOR) Pancasila dan Gelanggang Mahasiswa yang dijanjikan untuk segera dibangun hingga kini, hanya terlihat layaknya kawasan belantara rumah-rumah hantu. Serta, wacana pembangunan kawasan kerohanian hingga saat ini hanya berupa khayalan yang entah sampai kapan bisa diwujudkan.
Kondisi itu, tentunya menumpuk keresahan para mahasiswa, khususnya para pengguna fasilitas-fasilitas tersebut. Sehingga, memunculkan aksi protes dan desakan kepada pihak kampus, baik dari kalangan mahasiswa maupun komunitas alumni UGM (Kagama). Baru-baru ini, sebuah sentilan tajam, menyeruak di berbagai platform media sosial dalam rupa sebuah tagar #UniversitasGemarMangkrak, Senin (13/9).
Aksi dalam bentuk pengunggahan tagar tersebut, digagas oleh empat unsur kelembagaan mahasiswa UGM, yaitu Forum Komunikasi Unit Kegiatan Mahasiswa (Forkom UKM) UGM, Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) UGM, Forum Advokasi (FORMAD) UGM, dan Majelis Wali Amanat Unsur Mahasiswa (MWA UM) UGM yang terafiliasi dalam Panitia Kerja (Panja).
Menurut perwakilan Forkom UKM UGM, Bhram Kusuma Setya Hadi, aksi tagar tersebut sebagai bentuk ekspresi keresahan mahasiswa terkait mangkraknya pembangunan beberapa fasilitas kemahasiswaan di UGM. Dengan aksi ini, sambung Bhram, sekaligus berusaha mencari tahu dan mendesak komitmen Rektorat UGM dalam merampungkan wacana pembangunan fasilitas kemahasiswaan.
“Isu terkait mangkraknya pembangunan sejumlah fasilitas kemahasiswaan ini penting untuk dikawal bersama. Melalui aksi ini, pastinya, kita ingin mendesak pihak rektorat untuk segera memberikan kepastian dan memberikan ruang transparansi. Serta, wadah komunikasi yang baik antara mahasiswa dan pihak rektorat kampus terkait dengan wacana pembangunan fasilitas kemahasiswaan,” ujar Bhram saat diwawancarai BPMF Pijar.
Sejauh ini, terdapat tiga sektor pembangunan yang menjadi fokus utama aksi, yaitu mangkraknya pembangunan GOR Pancasila, tidak adanya kepastian restorasi Gelanggang Mahasiswa yang telah diruntuhkan, serta wacana pembangunan kawasan kerohanian yang utopis. Dari hasil kajian yang telah dilakukan oleh Tim Panja, ketika sektor pembangunan tersebut mangkrak karena sejumlah masalah yang menyelimuti.
GOR Pancasila Sempat Terjerat Kasus Hambalang
Mulanya, pembangunan GOR Pancasila mulai mangkrak sejak tahun 2013 yang lalu. Saat itu, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) sebagai penanggung jawab utama proyek. Di tengah-tengah proses pembangunan, GOR ini terjerat kasus korupsi mega proyek Hambalang, sebagai barang bukti. Sehingga, proses pembangunannya pun terhenti.
Setelah posisinya sebagai barang bukti dicabut, oleh Kemenpora lantas menyerahkan GOR tersebut kepada UGM pada 2018 silam. Statusnya sebagai hibah barang milik negara senilai Rp. 7,9 Miliar. Meski penyerahan hibah terbilang terlambat, Sekretaris Kemenpora, Gatot S. Dewa Broto berharap, dengan penyerahan hibah itu UGM bisa melanjutkan pembangunan GOR hingga selesai.
“Kami mohon maaf penyerahan hibah ini terlambat, dengan adanya perjanjian ini pihak UGM bisa melanjutkan, harapannya dapat membantu pemerintah dalam meningkatkan prestasi olahraga nasional melalui fasilitas GOR ini,” ujar Gatot, di Ruang Sidang Pimpinan Kantor Pusat UGM, pada Kamis, 12 Desember 2018.
Keberadaan GOR ini adalah bentuk harapan dari pemerintah untuk meningkatkan prestasi olahraga nasional. Karena walaupun UGM tidak memiliki program studi yang ada kaitannya dengan bidang olahraga dan seni, telah banyak mahasiswa UGM yang menorehkan prestasi mereka di tingkat nasional maupun internasional.
Dalam gelaran penyerahan hibah tersebut, Rektor UGM, Panut Mulyono menyatakan komitmennya untuk melanjutkan pembangunan GOR Pancasila yang berada di sebelah Stadion Pancasila itu. “Kita akan terus berusaha memperbaiki fasilitas olahraga, terkait GOR ini, UGM akan menyiapkan dana untuk meneruskan pembangunannya dan menyelesaikannya,” kata Panut, dikutip dari Republika.co.id.
Janji tinggallah janji. Komitmen Panut tersebut, nyatanya tidak terealisasi hingga detik ini dan berakhir mangkrak. Menurut Bhram, setelah 2018 itu, UGM belum memiliki dana dan belum ada perencanaan serius untuk melakukan pembangunan lebih lanjut di GOR Pancasila. Pada 1 September lalu, sempat keluar surat edaran untuk pengosongan kegiatan mahasiswa di sekitar GOR Pancasila karena akan ada pembongkaran. “Tapi sampai sekarang juga belum dilakukan apa-apa,” tandas Bhram.
Namun di tahun ini, lanjut Bhram, dana untuk pembangunan GOR Pancasila sudah ada, “Tinggal pembangunannya seperti apa masih belum jelas.” Oleh sebab itu, Bhram bersama kawan-kawannya di Panja akan terus berusaha melakukan pengawalan dari pembangunan GOR Pancasila ini hingga tuntas. “Kami akan terus mengawal, baik melalui audiensi hingga aksi-aksi,” ujar Bhram.
Beda Pendapat Antara Sultan dan Rektorat
Mengenai permasalahan utama restorasi Gelanggang Mahasiswa, MWA Unsur Mahasiswa, Ade Agoes Kevin Dwi Kesuma P. menyampaikan bahwa ada ketidaksesuaian pendapat antara pihak rektorat dengan Sri Sultan Hamengku Buwono X mengenai desain dan teknis pembangunan gelanggang. “Permasalahan utama saat ini adalah belum adanya titik temu terkait desain akhir gelanggang, antara rektorat dengan Sultan,” ungkap Kevin.
Dari pihak rektorat menyarankan, pembangunan dilakukan dengan konsep ruangan gedung bertingkat di bawah permukaan tanah (basemen), agar tidak terlalu tinggi dan sesuai dengan peraturan tata ruang di UGM. Sementara itu, Sultan kurang menyetujui akan konsep pembangunan yang seperti itu. Karena beberapa alasan termasuk alasan magis dan sebagainya. “Inilah yang menghalangi titik temu antara rektorat dan Sultan,” ungkap Kevin.
Sebelumnya, pada Senin, 29 Maret 2021 lalu, telah terjadi pertemuan antara pihak rektorat dengan Gubernur DIY di Gedhong Wilis, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta. Pertemuan itu membahas penyempurnaan desain sesuai arahan dan saran Gubernur DIY. Oleh Ngarso Dalem, gedung Gelanggang Mahasiswa atau Gelanggang Inovasi dan Kreativitas diharapkan dapat menjadi salah satu icon di Yogyakarta.
“Gedung tersebut nantinya bisa menjadi tempat satu kesatuan. Pada prinsipnya menggabungkan antara pendidikan kepemimpinan leadership dan entrepreneurship,” ungkap Ngarso Dalem, dikutip dari portal berita Jogjaprov.go.id
Menanggapi hal itu, Kevin berujar bahwa peran Sultan dalam pembangunan Gelanggang ini bukanlah sebuah campur tangan. Tapi, memang sudah ada regulasi hukum yang berlaku di Yogyakarta, sebab secara historis UGM memang tanah hibah dari Sultan.
“Setiap UGM hendak melakukan pembangunan, pasti bakal minta restu dengan Sultan terkait rencana pembangunan, dan nanti Sultan akan memberikan arahan,” tutur Kevin.
Kendati demikian, Kevin bersama Tim Panja sangat menyayangkan sikap rektorat yang terburu-buru membangun Gelanggang tapi tanpa ada kejelasan yang pasti. Terbukti pada April 2020 lalu, pemindahan barang-barang UKM tanpa melibatkan anggota UKM atau tanpa komunikasi yang baik.
Akibatnya, beberapa barang bahkan ada yang hilang dalam proses tersebut. “Dulu buru-buru, tapi pada kenyataannya ,sampai sekarang tidak ada kejelasan akan dilanjut atau tidak. Hanya sebatas merobohkan bangunan,” tandas Kevin.
Kawasan Kerohanian yang Utopis
Wacana pembangunan kawasan kerohanian merupakan salah satu rencana induk pembangunan oleh rektor UGM, Prof. Panut Mulyono, tahun 2017-2022. Dalam masterplan tersebut, salah satunya berisikan rencana pembangunan lima tempat ibadah di kawasan kampus. Hal itu maksudkan, untuk mewujudkan inklusivitas beragama di kampus. Mengingat hingga saat ini, UGM hanya memiliki satu tempat peribadatan, yakni masjid saja.
Bhram mengungkapkan, mahasiswa penganut agama lain masih belum memiliki tempat peribadatan yang sesuai di lingkungan kampus. “Patut dipertanyakan, bagaimana keseriusan rektorat dalam mengimplementasikan nilai-nilai UGM itu sendiri. Katanya Universitas Pancasila, tapi dalam memfasilitasi keberagaman itu belum terlihat secara konkret,” ujarnya.
Sebelumnya, aksi tagar #UniversitasGemaangkrak ini dilaksanakan, pihak mahasiswa sudah melakukan berbagai audiensi dengan pihak rektorat mengenai wacana pembangunan kawasan kerohanian pada 18 April 2020. Panut Mulyono menjanjikan, apabila desain final sudah selesai, pihaknya akan memberikan akses kepada perwakilan mahasiswa, khususnya untuk UKM bidang kerohanian supaya membantu pengelolaan kawasan tersebut.
Sejauh ini, pihak UGM masih belum memberikan respon maupun solusi mengenai aksi ini. Untuk aksi kedepan, Panja akan berusaha memantik kesadaran mahasiswa. “Aksi puncaknya, nanti akan dilaksanakan di gelanggang mahasiswa, ada dua hal, mural dan aksi penanaman bersama di lahan mangkrak gelanggang,” ujar Bhram.
Bhram berharap, agar pembangunan yang ada dapat diselesaikan sesuai tenggat waktu yang ditentukan. Serta, transparansi kepada pihak mahasiswa dapat ditingkatkan, dan mahasiswa juga lebih dilibatkan dalam setiap proses pembangunan. Agar hasilnya pun sesuai dengan kebutuhan pengguna fasilitas itu sendiri, yang tidak lain adalah mahasiswa.
Kevin menambahkan, jika aksi yang saat ini dilakukan bukan hanya sekadar menaikkan tagar saja. Nantinya, Panja akan berusaha menciptakan ruang dialog antar pemangku kebijakan dengan mahasiswa. Karena tujuan dari aksi tagar tidak hanya mengacu kepada rektorat saja, tetapi juga mahasiswa.
“Melalui aksi tagar #UniversitasGemarMangkrak ini, harapannya teman-teman mahasiswa semakin sadar akan isu-isu yang ada di UGM, sehingga rasa aktivisme mahasiswa tidak hilang,” pungkas Kevin.
Penulis: Titik Nurmalasari, Jessie Joy Kartini Siahaan, Sukma Kanthi Nurani (magang)
Penyunting: Haris Setyawan