Tolak Uang Pangkal, Mahasiswa UGM Geruduk Rektorat

0
683
(bpmfpijar.com/Raehan)

Uang tanpa akal yang kau sebut uang pangkal!
Yang ber-uang dapat terbang, yang berduit makin melejit!
Hanya satu yang kami katakan,
lawan!!!

Penggalan puisi tersebut tak lain dibawakan oleh duo Ari Deres pada Aksi Tolak Uang Pangkal, Senin (13/3). Aksi tersebut digaungkan guna merespons kebijakan uang pangkal yang akan diterapkan pada Penerimaan Mahasiswa Baru jalur Ujian Mandiri pada Juli mendatang. Dengan slogan “Hidup Mahasiswa Gadjah Mada”, berbagai kelompok mahasiswa di antaranya adalah Aliansi Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM), BEM KM UGM, Forum Advokasi UGM, dan juga individu merdeka turut serta terjun dalam aksi tersebut.

Massa aksi berjalan dari taman Sansiro, Fisipol UGM menuju Balairung dengan berseragam SMA dan korsa masing-masing fakultas. Kemudian, massa aksi berkumpul di depan Balairung dan menggelar panggung terbuka bertajuk “UGM Mencari Bakat (Zakat)” yang dipandu oleh Vivin dan Dedes sebagai MC. Pembuka acara tersebut dipantik dengan penampilan beberapa mahasiswa UGM, yakni pembacaan puisi oleh Sang Bayang. Kemudian, dilanjut dengan musikalisasi puisi oleh Ari Deres dengan judul Mosi Tidak Percaya dari Efek Rumah Kaca.

(bpmf.pijar/Nadia)

Tepat pukul 15.00 WIB, Ova beserta jajaran rektorat tiba di hadapan mahasiswa. Kedatangan jajaran Rektorat tersebut disambut dengan sorak-sorai dan nyanyian Selamat Datang oleh massa aksi. Acara kembali dilanjutkan dengan pembacaan puisi satire oleh Patricia Kromaceng serta rap oleh Maria dan Zaitun di hadapan jajaran Rektorat UGM.

“Hidup mahasiswa Indonesia!
Hidup mahasiswa Gadjah Mada!
Hidup pendidikan gratis bagi semua!”

Gaung suara Pandu sebagai moderator penanda audiensi dengan jajaran Rektorat dimulai. Audiensi tersebut membahas kejelasan terkait uang pangkal yang sejatinya ditolak oleh massa aksi.

Kebijakan uang pangkal mulai diketahui sejak Hearing Rektorat (17/1) lalu. Ova menyatakan bahwa UGM akan segera menerapkan kebijakan uang pangkal seperti universitas lain ke depannya. “Uang pangkal itu kami sebut Sumbangan Solidaritas Pendidikan Unggul (SSPU) dan kemungkinan hanya 4,8% mahasiswa yang dikenakan SSPU,” tambah Ova.

Arsya, Koordinator Eksternal Forum Advokasi UGM 2023, berujar bahwa kebijakan tersebut memantik pertanyaan besar bagi mahasiswa terkait marwah ‘kerakyatan’ yang selama ini digaung-gaungkan oleh UGM. “Kami melihat bahwa sumbangan yang bersifat wajib berpotensi menimbulkan permasalahan, terutama bagi calon mahasiswa UGM dengan penghasilan orang tua menengah ke bawah,” lanjut Arsya.

Hal tersebut direspons oleh Arie Sujito selaku Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian Masyarakat, dan Alumni, bahwa UGM akan tetap berpegang teguh pada marwah kerakyatan. “Tidak semua mahasiswa baru yang lolos melalui jalur Ujian Mandiri akan dikenakan SSPU karena masih akan melalui proses verifikasi,” ujar Arie saat sesi audiensi.

Lebih lanjut, Supriyadi, Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Keuangan, memastikan bahwa elemen mahasiswa akan dilibatkan dalam proses verifikasi mahasiswa baru yang dikenakan SSPU. Kendati demikian, Arifin, salah satu massa aksi, mengungkapkan keraguannya terkait seberapa jauh mahasiswa akan dilibatkan. Supriyadi justru menegaskan hal yang berlawanan. “Tidak pada setiap proses dan keputusan, kami harus melibatkan semua pihak,” jawab Supriyadi.

Audiensi terus berlanjut. Massa aksi bergaung untuk mendesak adanya komitmen “hitam di atas putih” dari jajaran Rektorat. Lebih lanjut, Pandu atas desakan tersebut, akhirnya mewadahi perjanjian antara jajaran Rektorat dengan massa aksi melalui pembuatan Memorandum of Understanding (MOU) yang ditandatangani oleh Ova. Perjanjian tersebut menegaskan komitmen Rektorat untuk melibatkan elemen mahasiswa dalam penentuan SSPU.

“Mahasiswa bersatu, tak bisa dikalahkan! Mahasiswa bersatu, tak bisa dikalahkan!!” Begitu lontar massa aksi menutup aksi.

 

 

Penulis: Aliensa Z, Ariani Eka
Penyunting: Roni, Melvinda Eliana
Fotografer: Nadia Chairunnisa
Ilustrator: Raehan Mahardika

LEAVE A REPLY