Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta mendapat serangan bom molotov oleh orang tak dikenal, Sabtu,(18/09) dini hari. Kejadian itu, pertama kali diketahui oleh staf organisasi tersebut saat melihat pojok barat teras bangunan kantor dipenuhi bercak hitam seperti bekas terbakar. Api sempat menyambar ke dalam kantor, dilihat dari adanya lubang pada gorden. Di sekitarnya, juga ditemukan serpihan botol kaca yang berserakan di tepi lantai.
Yogi Zul Fadhli, Direktur LBH Yogyakarta, datang ke lokasi kejadian setelah dihubungi oleh stafnya sekitar pukul 07.30. Ia menduga telah terjadi penyerangan berupa lemparan bom molotov oleh pihak tidak bertanggung jawab. “Kami belum tahu siapa pelaku dan motifnya,” ujar Yogi dalam konferensi pers LBH Yogyakarta pada Sabtu, 18 September 2021.
Dibantu oleh beberapa kawannya, Yogi berusaha melacak penyebab sementara dari teror itu. Dari keterangan warga sekitar lokasi, pelemparan bom molotov disinyalir terjadi sekitar pukul 1-5 pagi. Hal itu didasarkan dari keterangan warga yang sedang melakukan ronda malam hanya sampai pukul satu. “Nyatanya, hingga pukul satu dini hari, tidak ada pergerakan mencurigakan yang dilihat oleh warga,” sambung Yogi.
Yogi menduga, aksi teror ini berkaitan dengan kerja-kerja LBH Yogya dalam mengadvokasi sejumlah kasus struktural. Seperti dalam sepekan terakhir, aktif mendampingi perkara gugatan warga Wadas kepada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Selain itu, advokasi tentang Pergub DIY mengenai larangan demonstrasi di kawasan Malioboro, pembangunan PLTU Cilacap, dan pembangunan pabrik di Gombong.
“Kami menilai serangan ini adalah bentuk teror kepada pembela Hak Asasi Manusia (HAM), sekaligus teror kepada organisasi bantuan hukum yang selama ini sudah menjalankan tugas konstitusional dalam memberikan bantuan hukum kepada masyarakat terpinggir korban ketidakadilan,” tutur Yogi.
Para Pencari Keadilan Kian Dibungkam
Konferensi pers ini juga dihadiri oleh Dosen Fakultas Hukum UII, Eko Riyadi, yang menyampaikan tiga poin terkait peristiwa ini. Pertama, peristiwa pelemparan bom molotov yang menjadi pill obat kuat untuk LBH Yogyakarta. Eko juga menyampaikan dukungannya terhadap LBH untuk tetap pada garisnya dan tidak mundur. Sebab, LBH melakukan tugas konstitusional, yang mana diberikan oleh Undang-Undang Dasar untuk memberi bantuan hukum kepada masyarakat yang membutuhkan.
Kedua, Eko menyampaikan bahwa tindakan pelaku merupakan kejahatan pidana yang disimbolkan sebagai penyerangan Hak Asasi Manusia (HAM). “Dalam kejadian tidak hanya menyangkut LBH Yogyakarta saja, tetapi juga hak-hak pembelaan yang dijamin dalam perundang-undangan,” tutur Eko.
Ketiga, Eko meminta pihak kepolisian untuk mengungkap kasus ini seterang-terangnya, untuk memberi pesan kepada siapapun bahwa teror bom molotov tidak boleh dilakukan di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.
Selanjutnya, Wahyu menegaskan bahwa serangan pelaku bom molotov ini gagal, yang dimana serangan tersebut tidak akan pernah menyusutkan rasa takut bagi LBH Yogyakarta, karena LBH sendiri sudah membuktikan kadar terbaiknya serta berpegang teguh terhadap komitmen guna menegakkan hukum dan kekuasaan oleh aparat negara. “Yang menjadi poin penting pada pelaku, mereka gagal menggunakan cara lama seperti teror bom molotov ini,“ lanjut Wahyu.
Aksi teror seperti ini bukan kali pertama terjadi, aksi teror bom molotov juga terjadi di LBH Medan 2019 lalu dan hingga saat ini polisi belum mampu mengusut tuntas aksi teror tersebut. Menyikapi aksi teror yang tak tuntas tersebut, Wahyu menyampaikan salam terbuka kepada Prof. Mahfud, “Kami berharap agar mengawal kasus ini. Kami mau kasus ini harus ada peringatan dalam satu tahun kedepan dan seterusnya, mengingat pada kasus LBH Medan 2019 yang belum tuntas.”
Civil Society Diancam, Katanya Demokrasi?
Dewan Mahasiswa (Dema) Justicia, dalam rilis sikapnya, menyatakan bahwa lembaga bantuan hukum (LBH) merupakan unsur civil society atau masyarakat madani yang merupakan komponen penting dalam konstruksi negara demokrasi. Yang mana, civil society sendiri merupakan bagian dari konsolidasi demokrasi yang berperan dalam upaya pembentukan pemerintahan yang transparan dan bertanggung jawab kepada rakyat (good governance).
Sehingga, penyerangan molotov terhadap kantor LBH Yogyakarta merupakan ancaman terhadap iklim demokrasi serta budaya masyarakat Indonesia. Hal serupa juga diungkapkan oleh Adi, perwakilan WALHI, bahwa peristiwa teror terhadap lembaga bantuan hukum merupakan cerminan buruk terhadap kondisi demokrasi hari ini. “Tidak menutup kemungkinan bahwa peristiwa serupa terjadi lagi,” kata Adi.
Selain itu, dalam pernyataan sikap Yayasan Kurawal menyampaikan bahwa aksi teror terhadap LBH Yogyakarta merupakan bentuk intimidasi terhadap kerja-kerja LBH Yogyakarta dan upaya pembungkaman terhadap suara warga dalam kasus-kasus yang tengah didampingi oleh LBH Yogyakarta.
Tak Takut Perjuangkan Keadilan
Yogi menegaskan, perbuatan yang dilakukan terduga pelaku termasuk kejahatan pidana yang bertentangan dengan prinsip negara hukum, serta melanggar pasal 187 KUHP. Oleh karena itu, LBH Yogyakarta mengecam keras atas tindakan itu dan menyatakan tidak akan pernah gentar dalam memperjuangkan keadilan bagi masyarakat yang tertindas.
“Kami tidak takut dengan teror, justru dari kejadian ini menambah semangat kami untuk terus bergerak maju memperjuangkan hak-hak dan kepentingan masyarakat yang terpinggirkan,” tegas Yogi. Sebagai tindak lanjut, sekitar pukul 18.30 WIB, LBH Yogyakarta telah resmi melaporkan peristiwa dugaan serangan bom molotov ini kepada Polisi Resor Kota (Polresta) Yogyakarta.
Dikutip dari Tirto.id, Kapolresta Yogyakarta Kombes Pol Purwadi Wahyu Anggoro, hingga saat ini, mengungkapkan pihaknya terus melakukan penyelidikan. Dan berjanji akan mengusut perkara tersebut secara tuntas. Namun demikian, ada indikasi bahwa kasus ini bakal tak tuntas terselesaikan. Sebab, dari hasil penyelidikan sementara kepada empat saksi, polisi mengakui bahwa bukti yang dikumpulkan sangat minim.
Sikap pesimis ini sebelumnya juga telah dinyatakan oleh Wahyu pada kesempatan konferensi pers. Akan tetapi, ia menganggap, sikap pesimis ini sebagai pesan baik kepada Kepolisian Republik Indonesia bahwa inilah momentum tugas mulia untuk menjaga marwah konstitusi Pancasila. “Dari isu terorisme, kepolisian sudah membuktikan dan bisa menuntaskan, maka kasus bom molotov ini semestinya ringan juga dituntaskan,” ucap Wahyu.
“Polisi bukanlah politisi,” tambah Wahyu. Hal itu ia ungkapkan, sebab hari ini marak terjadi kritik kepada instansi kepolisian yang dipandang hanya bersikap partisipan dalam penegakan hukum. Seharusnya, kata Wahyu, polisi hari ini bercermin dari semangat sosok Hoegeng yang militan berjuang membela hak-hak masyarakat tanpa mencampurkan kepentingan politik yang mencoba mengintervensi.
Sementara itu, ucapan simpatik dan dukungan kepada para anggota LBH Yogyakarta terus mengalir. Sejumlah individu dan lembaga menyemangati LBH Yogyakarta dengan berbagai cara. Misalnya, dengan mengirimkan karangan bunga ke kantor LBH Yogyakarta. Begitu juga oleh Kurawal Foundation, dalam rilis sikapnya, yayasan yang memperjuangkan nilai-nilai luhur demokrasi itu menyatakan secara tegas, “Keadilan Akan Menang”.
Penulis: Michelle Gabriela, Mochamad Zidan Darmawan, Angelina Tiara Puspitalova (magang)
Penyunting: Haris Setyawan