Talkshow “Let Communities Lead”, Usung Urgensi Kesadaran Bahaya AIDS

0
429
(bpmfpijar.com/Raehan)

LPAM Mirabel, beserta Yayasan Victoria Plus, Yayasan Vesta, Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, dan BPMF Pijar menyelenggarakan acara hari peringatan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) sedunia, pada Kamis (30/11). Acara peringatan Hari AIDS Sedunia 2023 ini mengusung tema “Let Communities Lead”. Menurut ketua acara, Ana Mariana Ulfa, tema yang diusung diharapkan dapat menyalurkan suara terkait hak asasi, salah satunya soal AIDS. “Bicara hak asasi di sini adalah jaminan kesehatan bagi setiap masyarakat,” ujar Ana.

Rangkaian acara Hari AIDS Sedunia terdiri dari seni tari topeng Jawa Barat kelana udang, sambutan, Talk Show, pentas seni, dan kampanye pencegahan hari AIDS. Acara tersebut dimulai pukul 09.45 WIB bertempat di Ruang Persatuan yang dihadiri oleh para tamu undangan dan narasumber. 

Sambutan dibuka oleh Sutarimah Ampuni selaku psikolog dan dilanjutkan dengan sambutan kedua oleh Khamidah Yuliati mewakili Dinas Kesehatan Sleman. Khamidah menggaungkan gerakan untuk mengakhiri AIDS 2030. Sebab, menurutnya, setiap orang dapat melahirkan generasi baru dengan HIV negatif. “Bergerak bersama komunitas, akhiri AIDS 2030. Semoga dapat berpengaruh sampai seluruh Indonesia dengan target tersebut,” tegas Khamidah. 

Rangkaian acara peringatan hari AIDS dilanjutkan dengan Talk Show oleh Sutarimah bersama Novi Eko Winarsih Hartono selaku dokter. Menurut Novi, edukasi mengenai AIDS yang cocok perlu adanya babak pembagian yang akan diberikan. “Kita perlu mengimbangi untuk menentukan kapan, dimana, dan edukasi apa yang akan diberikan. Mulai dari anak-anak mengerti konsep laki-laki dan perempuan itu boleh, tetapi secara bertahap,” ungkap Novi.

Menurut Novi, edukasi sedini mungkin menjadi tanggung jawab orang tua, mengingat orang tua adalah sosok yang dekat dengan anak. Sebab, menurutnya, edukasi dapat dimulai ketika ibu membeli suatu barang yang tidak familiar didepan anaknya. “Mungkin se-sederhana menjelaskan tentang nama barang tersebut atau mungkin fungsi dari barang yang dibeli,” tambah Novi.

Kemudian, Joko Hadi Purnomo, selaku Ketua Yayasan Vesta Indonesia memberi tanggapan mengenai pendapat Novi. Menurut Joko, ilmu lapangan yang menghadapkan dirinya dapat menjangkau populasi kunci yakni transgender, pekerja seks perempuan, penggunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA) suntik. “Dalam menjangkau teman-teman ini tadi, kami bahkan pernah secara tidak sengaja menjangkau anak dibawah umur,” ujar Joko.

Lebih lanjut, Tyas selaku moderator, mempertanyakan psikologis anak ketika mendapat amarah dari kedua orang tuanya. Menjawab hal itu, Arumi menyebut bahwa memarahi anak merupakan sebuah seni yang dalam pendidikan moral terdapat prevensi “Ketika memarahi anak, harus punya tujuan dan terdapat prosedurnya. Diupayakan dahulu kesalahan itu tidak terjadi dengan mengajarkan anak mengenai hal-hal yang salah,” ungkap Arumi. 

Tujuan dari diselenggarakannya kampanye ini adalah untuk meningkatkan kesadaran dan meluruskan pemahaman yang benar terhadap AIDS. “Ya sebenarnya yang mau kita bawa dari campaign ini kan bagaimana seluruh lapisan stakeholder dan elemen itu bisa berkolaborasi untuk mewujudkan three zero itu,” ujar Ana.

Menyadari urgensi akan AIDS ini, Khamidah, memaparkan beberapa upaya yang dapat diterapkan guna mencapai tujuan dari kampanye ini. “Misi ini dapat kita capai dengan menerapkan beberapa kunci yakni dengan memanfaatkan teknologi untuk menyebarkan informasi mengenai HIV/AIDS; mengurangi penyebaran HIV/AIDS; berperan aktif dalam mengakhiri HIV/AIDS; serta melahirkan generasi yang terbebas dari stigma buruk akan ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS),” jelas Khamidah.

Lebih lanjut, Tyas menjelaskan bahwa praktik seks bebas pada remaja utamanya, membawa risiko besar terhadap penularan AIDS. Meskipun menyadari bahwa seks merupakan kebutuhan fisiologis manusia. “Seks seharusnya dilakukan secara aman dan dalam pengawasan, sebagai langkah preventif untuk menjaga kesehatan dan mencegah penyebaran HIV/AIDS,” ungkap Tyas.

Terlebih, edukasi seksual dan pengembangan kendali diri pada remaja menjadi hal yang sangat diperlukan, guna menghindari praktik seks bebas yang dapat merugikan dan berpotensi besar dalam penularan AIDS. “Sebagai remaja di luar negeri, konseling dan edukasi tentang safe sex disertakan saat ingin melakukan hubungan seks, dengan informasi mengenai akibat dan pencegahannya, yang sayangnya belum umum di Indonesia,” ucap Tyas.

Dalam upaya mencegah penyebaran AIDS di kalangan remaja, Sutarimah, seorang pakar kesehatan, menyoroti pentingnya perkembangan kognitif pada masa ini. Menurutnya, langkah-langkah kunci untuk menjadi remaja yang sehat melibatkan kesadaran diri, keterbukaan terhadap edukasi, kemampuan menyaring pengaruh luar, dan keterampilan komunikasi asertif.  “Secara kognitif, pemikiran remaja itu berkembang,” tutur Sutarimah.

Sebagai penutup, Tyas menambahkan bahwa untuk mengetahui apakah seseorang terkena AIDS, dapat melakukan tes di seluruh puskesmas Indonesia secara gratis.

“Semua bisa dan itu gratis jika memang temen-temen beresiko, ada faktor risikonya; faktor risikonya seperti seks bebas, ataupun penggunaan jarum suntik secara bergantian, tato boleh, kan sekarang belum ada klinik tato yang bersertifikat steril ya. Itu boleh, tapi ya itu juga harus jujur,” tutup Tyas. 

 

 

Penulis: Bilal Surya, Sigit Adiguna (Magang)
Penyunting: Angelina Tiara Puspitalova
Fotografer: Raehan Mahardika

LEAVE A REPLY