Klub Baca Radio Buku mengkaji novel Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi (2016) karangan Yusi Avianto Pareanom. Pertemuan perdana klub baca ini diadakan pada Sabtu (4-3) sore, di Radio Buku, Sewon, Bantul. Belasan peserta menyimak lalu saling bergantian mengutarakan pendapat mereka setelah salah seorang membaca penggalan novel.
Nikita Ariestyanti sebagai pemantik utama diskusi ini mengatakan bahwa novel ini mengingatkannya pada serial televisi Game of Thrones, sebab selain sama-sama bersifat kolosal, keduanya juga menghadirkan banyak nama tokoh pada bagian-bagian awal dan barangkali membuat pembaca kebingungan. Namun, itu tidak mengurungkan niatnya untuk membaca novel ini sampai selesai.
Sungu Lembu (tokoh “aku” dalam novel ini), menurut Nikita, adalah anak muda yang songong dengan isi pikiran yang kurang ajar. Namun, hal tersebut justru membuat novel ini tidak membosankan. Kegemaran ganjil Raden Mandasia yakni mencuri dan memutilasi daging sapi dengan cantik sementara kerajaannya sibuk berperang, menambah semangat peserta diskusi lain untuk menamatkan buku ini.
Tentu tidak hanya umpatan-umpatan lugas dari Sungu Lembu dan perilaku aneh dari Raden Mandasia saja yang membuat novel ini memenangkan penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa tahun 2016. Muhidin M. Dahlan, pendiri Radio Buku yang turut hadir dalam diskusi, mengatakan Raden Mandasia adalah puncak meledaknya novel-novel silat dari tahun 2010. Pengalaman Yusi sebagai wartawan dan penerjemah membuatnya mampu menulis cerita yang sangat detail.
“Yusi adalah pendongeng kontemporer,” kata Muhidin. Penjelasan tentang makanan yang begitu rinci dan berbagai hal lain dalam Raden Mandasia, menurut Muhidin, juga dipengaruhi oleh Serat Centhini dan sastra Jawa lainnya. “Perbedaan antara novel silat dan kolosal lainnya dengan Raden Mandasia adalah ketika novel lain menggunakan bahasa senonoh, Raden Mandasia menampar dengan kata-kata yang membuat mual,” ujar salah satu peserta diskusi.
Akhirnya, disimpulkan bahwa kesamaan antara Raden Mandasia dan Yusi adalah mereka sama-sama pemberontak. Raden Mandasia memberontak pada nafsu perang ayahnya, sedangkan Yusi melakukan pemberontakannya dengan menulis di jalur independen. (Rananda Satria)