Polemik Uang Kuliah Mahal, APATIS Tuntut Presiden dan Menteri Pendidikan

0
356
(bpmfpijar.com/Ridho)

Organisasi-organisasi yang terlibat dalam Aliansi Pendidikan Gratis (Apatis)  menyelenggarakan aksi dan penyampaian somasi. Aksi ini dilakukan di depan kantor Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Yogyakarta wilayah V pada Senin (3/6). Aksi ini menuntut 10 poin tuntutan khususnya mengenai pencabutan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) yang disinyalir menjadi penyebab kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di berbagai kampus.  

Selain itu, aksi dan penyampaian somasi ini dipicu oleh minimnya subsidi pemerintah pada biaya pendidikan yang menyebabkan kenaikan UKT yang signifikan. Koordinator Umum Aksi, Rafli Ilham, mengungkapkan bahwa saat ini proporsi pendapatan universitas dari subsidi dan mahasiswa mencapai rasio 20:70. ” Jadi, 20 dari negara, 70 dari pembiayaan mahasiswa atau dari UKT, makanya UKT hari ini makin melambung,” ujar Rafli.

Rafli juga menjelaskan kecacatan dalam Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 yang membebankan pemenuhan subsidi pendidikan kepada mahasiswa. “Peraturan menteri itu bertentangan dengan UU Sisdiknas Tahun 2012 yang tidak memperbolehkan pungutan diluar UKT” terangnya. Ia menegaskan bahwa tanggung jawab untuk mensubsidi pendidikan bagi mahasiswa miskin seharusnya dipegang oleh negara, bukan oleh mahasiswa kaya.

Sejalan dengan Rafli, Panji, selaku tim hukum dari Aliansi Pendidikan Gratis, menegaskan bahwa tanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan pemenuhan hak masyarakat dalam mengakses pendidikan terletak pada pemerintah. “Artinya yang punya kewajiban adalah pemerintah, bukankah masyarakat itu harus dipenuhi hak nya? Tapi dalam hal ini mengapa masyarakat yang dibebankan kewajiban tersebut?” ujar Panji. Lebih lanjut, ia menerangkan peraturan Permendikbudristek No 2 Tahun 2024 dikhawatirkan memperparah eskalasi biaya kuliah. Hal ini mengingat masih adanya pungutan-pungutan lain di luar UKT, seperti biaya praktikum, laboratorium, wisuda, dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI). 

Menurut Panji, pungutan-pungutan tambahan ini menggeser paradigma UKT yang seharusnya bersifat tunggal menjadi jamak. “Seharusnya berbagai pungutan seperti itu tidak ada karena UKT seharusnya sudah menjadi biaya tunggal,” ungkapnya. Baginya, pengahapusan biaya diluar UKT nantinya akan berimplikasi baik, sehingga tidak ada biaya lain yang justru membebani mahasiswa, orang tua, maupun pihak yang membiayai.

Masalah struktural kebijakan biaya pendidikan tersebut banyak menimbulkan keresahan di masyarakat, terutama bagi orang tua yang membiayai anaknya kuliah. Hal ini diungkapkan oleh Yuliani, selaku Ketua Persatuan Orang Tua Peduli Pendidikan (Sarang Lidi) DIY. “Kenaikan biaya kuliah sangat memberatkan,” ungkap Yuli.

Yuli juga mengungkapkan bahwa kenaikan UKT ini tidak sejalan dengan kemampuan finansial orang tua. Kenaikan UKT yang pesat, sulit diikuti oleh perkembangan kemampuan finansial orang tua. “Gaji itu kan tidak didapatkan untuk membiayai kuliah saja, tapi ada juga keperluan lain seperti makan di rumah dengan keluarganya, masih untuk dana kesehatan, untuk dana sosial, dan syukur-syukur bisa menabung.” terangnya.

Muhammad Ilham, selaku perwakilan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dari Fakultas Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan (UAD) juga turut menyampaikan keresahannya. Bagi Ilham, kenaikan UKT dan biaya pendidikan menunjukkan jauhnya integritas dunia pendidikan dari kata ideal. Sambil menunjuk salah satu slogan di gedung Kemendikbudristek yang bertuliskan “Integritas ialah kehormatan yang tidak bisa diperjual belikan”. Ilham mempertanyakan integritas pendidikan.“Sejauh mana integritas yang dikawal oleh negara indonesia ini semenjak kemerdekaan sampai sekarang untuk mengawal pendidikan? Tidak ada!” tegas Ilham dengan lantang. 

Aksi ini ditutup dengan pemberian petisi oleh pihak APATIS kepada pemerintah melalui Kemendikbudristek Yogyakarta. Panji menegaskan dalam sesi wawancara, terkait tindakan yang akan diambil oleh APATIS. Ia menjelaskan, jika tuntutan ini tidak dihiraukan, maka APATIS akan mengupayakan jalur hukum melalui pengadilan untuk menuntut tanggung jawab pemerintah. Namun, jika tuntutan itu diterima, APATIS mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mengawalnya. “ Jika memang itu tidak direspon, kita akan melakukan upaya hukum ke pengadilan. Kalau dipenuhi ya sudah tinggal kita kawal supaya itu benar-benar terealisasikan.” pungkasnya. 

 

Penulis        : Fanisa Ratna Dewi, Muhamad Elfhan
Winata
Penyunting : Hanifah Alyarowina Ammareza
Ilustrator    : Ridho Alam Firdaus

LEAVE A REPLY