Senin (22/4), Paguyuban Petani Lahan Pantai Kulon Progo (PPLP-KP) membuka pameran seni dalam rangka peringatan ulang tahun PPLP-KP yang ke-18. Mengambil nama Riwayat Pemakan Pasir, pameran ini diselenggarakan di Asmara Art and Coffee Shop dengan turut mengundang berbagai seniman untuk memeriahkan acara pembukaan pameran ini melalui iringan musik serta tata visual. Tukijo, perwakilan dari PPLP-KP, membuka acara pameran dengan menyampaikan karya visual yang terpajang di sekitar area kafe kepada pengunjung. “Saya ingin menyampaikan karya teman-teman seniman yang terus mendukung gerakan-gerakan untuk melindungi ruang hidup para petani,” ujarnya.
Tukijo juga membagikan pengalaman dirinya dan rekan-rekan petani lain yang melindungi ruang hidup mereka dalam pembukaan acara pameran ini. Tukijo bercerita pengalamannya dan petani lain dari PPLP-KP yang telah berusaha mengolah lahan pantai yang dahulu gersang menjadi dapat ditanami. Namun, ketika mempertahankan ruang hidupnya, Tukijo menerima tindakan kriminalisasi hingga dipenjara. “Selama ini kami mengolah lahan yang dulu tandus menjadi tanah yang subur, namun kami dalam mempertahankan itu (lahan pertanian) banyak kendala, sampai-sampai dipenjarakan,” terang Tukijo.
Konflik perebutan lahan ini disebabkan oleh potensi tambang pasir besi pada lahan pertanian masyarakat setempat yang dilirik oleh PT Jogja Magasa Iron (JMI). Masyarakat petani pesisir Kulon Progo menolak pembangunan tambang pasir ini karena dirasa dengan adanya tambang dapat menyebabkan kerusakan alam yang memengaruhi ruang hidup masyarakat di sekitarnya. “Dari keluarga keraton itu membuat PT JMI yang akan menambang di daerah pesisir Kulon Progo, tapi kami dari petani pesisir Kulon Progo menolak rencana tersebut. Karena dampaknya tidak hanya pada tanaman, rencananya akan digali lebih dalam daripada dasar laut sekitarnya,” ungkap Tukijo.
Lusi, salah satu pengunjung pameran mengaku datang karena ingin mengetahui perjuangan PPLP-KP. Ia menyebut kedatangannya bertujuan untuk melanjutkan riset terdahulunya tentang konflik pasir tambang besi pesisir Kulon Progo. Pada penelitian Lusi sebelumnya, ia menyatakan rencana pertambangan menimbulkan konflik vertikal dan horizontal dalam masyarakat. “Datang karena ingin mencari tahu sih,” ucapnya.
Bayu Widodo, aktivis seni komunitas SURVIVE! Garage menyebut PPLP-KP sebagai sebuah gerakan yang mengakar kuat. Ia menyatakan bahwa keterlibatan seniman dan musisi dalam pergerakan penting untuk tetap eksis. Seniman tersebut berpendapat pameran adalah bentuk presentasi publik untuk memperkenalkan karya. “Pameran ini [menjadi] penting untuk publik mengerti dengan konteks Jogja bagi gerakan dan eduksi,” ungkap Bayu.
Bayu juga berpendapat bahwa pameran ini menjadi bentuk gerakan solidaritas yang menarik. Menurutnya, penggunaan media visual bagi para pelaku seni merupakan bentuk kontribusi solidaritas mereka kepada PPLP-KP melalui kemampuan masing-masing individu. “Sekarang bentuk solidaritas udah beda-beda yang seperti ini [pameran] menarik lewat visual, karena aku juga pelaku seni,” sambung Bayu, “kalau kesenangan kita menulis, bisa [bersolidaritas] dengan tulisan, kalau kita ya suara kita lewat visual.”
Penulis: Muhammad Zaky Al Ghifari, Muhammad Fachriza Anugerah
Penyunting: Misbakhul Huda
Fotografer: Misbakhul Huda