Peran Intuisi dalam Dunia Kepenulisan

0
1773
Foto: Ridho

Pada Senin (05-02) Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada mengadakan Studium Generale dengan tema “Proses Kreatif-Intuitif dalam Dunia Kepenulisan” yang diisi oleh seorang novelis yang juga merupakan penceramah dan sutradara, Habiburrahman El Shirazy. Kuliah umum tersebut bertempat di Ruang Auditorium Lantai 3 Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Kuliah umum tersebut dihadiri ratusan mahasiswa baik dari Fakultas Filsafat, luar Fakultas Filsafat, maupun dari luar kampus UGM.

Kuliah umum dibuka dengan sambutan oleh Dekan Fakultas Filsafat UGM, Arqom Kuswanjono.  Ia menjelaskan latar belakang dipilihnya tema Studium Generale kali ini sekaligus memperkenalkan latar belakang pembicara kuliah umum kali ini.

Habiburrahman membuka kuliahnya dengan perbincangan tentang firasat (intuisi). Menurutnya sumber firasat ada tiga, pertama dari Tuhan, farosatul al-mukminin (firasat orang–orang beriman). Kedua, yaitu firasat yang datang dari setan. Firasat yang ketiga ada dalam diri kita yaitu nafsu yang terbagi menjadi an-nafs al-mutmainah (nafsu baik) dan an-nafs al-amarah (nafsu buruk).

Gaya kepenulisan Habiburrahman banyak dipengaruhi oleh latar belakangnya yang dahulu sebagai seorang santri. Proses kreatifnya dimulai ketika ia masih MTS, salah satunya menulis cerpen. Ketika Madrasah Aliyah ia membuat pementasan  di Taman Sriwideri Solo. Selain itu ia sempat menulis dan membaca puisi di Malaysia. Juga ia mendapat banyak pengalaman ketika menempuh studi di Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir. Hobinya menerjemahkan kita-kitab berbahasa Arab. Hal-hal tersebut membuat karya tulisnya dibumbui oleh semangat Islam moralis.

Habiburrahman menceritakan pengalaman mudanya ketika membaca syair-syair cinta, salah satunya Majnun dan Laila. Ia membacakan “Aku melewati rumah Laila dan aku ciumi dinding-dindingnya. Bukan aku cinta pada rumah sehingga aku ciumi rumah itu, tapi aku cinta pada yang menghuni rumah itu (Laila).”

“Segalanya tidak berlangsung tiba-tiba, tetapi ada prosesnya,” ujarnya. Modal paling penting dari sebuah karya adalah imajinasi (ide). Menurutnya, ide biasa didapat lewat intuisi an-nafs, yang bersifat baik dan hal yang paling utama agar mendapat ilham adalah dengan berdoa.

Mira mahasiswi FIB UGM bertanya bagaimana cara mengatasi writer’s block. Habiburrahman menjawab setiap penulis pasti pernah mengalami writer’s block. Ada beberapa kondisi yang menyebabkan hal itu, pertama lemahnya kerangka kepenulisan (kurang matang), kedua kurangnya eksposur terhadap gaya kepenulisan meski telah mendapat ide yang kuat, ketiga karena penulis merasa lelah dan bosan.

Tanggapan datang dari Josardi, mahasiswa Filsafat UGM, menurutnya ia tidak mendapatkan pembicaraan filosofis pada pembahasan ini. Juga pembicaraan tidak mengarah pada landasan pedagogik pembahasan. Ia berpendapat bahwa sepanjang kuliah umum pembahasan hanya sebatas pengalaman intuitif personal.(Aldi/Rananda)

LEAVE A REPLY