Foto: Rananda Satria

Rabu (19-04) malam, Penerbit Buku Kompas mengadakan diskusi buku Hotel Tua karya Budi Darma. Acara ini merupakan agenda terakhir dari acara Blonjo Buku Kompas di Bentara Budaya Yogyakarta. Bincang sastra ini dimoderatori oleh Naomi Srikandi yang ditemani oleh B. Rahmanto serta Agus Noor sebagai pembahas. Budi Darma, sebagai penulis buku, turut hadir dalam diskusi ini.

Dalam kumpulan cerpen Hotel Tua, disebutkan bahwa Budi Darma merupakan penulis yang produktif meskipun telah berusia senja. Hal tersebut terbukti dengan terbitnya kumpulan cerita pendek ini. Buku ini memuat delapan belas cerpen yang Budi Darma tulis dalam rentang waktu dari tahun 1970 sampai 2014. Ia tidak berhenti menulis karya-karya baru, kendati berbagai penghargaan telah diraihnya.

Menurut Rahmanto, cerita-cerita dalam kumpulan cerpen ini akan membuat pembaca awam kaget karena dahsyatnya imajinasi yang dimiliki Budi Darma. “Setiap saya membaca satu cerpen, saya selalu ingin cepat-cepat selesai untuk mengetahui ujung kisahnya. Dan setiap selesai, saya dipaksa atau terpaksa tak beranjak dari imajinasi-imajinasi Budi Darma yang berkelebatan susul-menyusul, kemudian memaksa saya berhenti untuk membayangkannya dengan emosi yang sesak,” tutur Rahmanto.

Budi Darma sendiri telah menjabarkan tentang imajinasinya dalam Proses Kreatif: Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang (1983). Budi Darma menjelaskan bahwa imajinasi adalah sesuatu yang tidak ada, kemudian menjadi ada dalam alam pikirannya. Imajinasinya sering menyiksa, menakutkan, dan nampak mengada-ada tapi memang ada. “Saya tidak dapat mengada-adakan imajinasi. Imajinasi saya datang dengan sendirinya,” tulis Budi Darma.

Rahmanto menjelaskan bahwa imajinasi dihasilkan oleh dua faktor, yaitu faktor insting, yang merupakan ketajaman dan naluri dalam merespons gejala, dan faktor persepsi, yang merupakan ketajaman intelek dalam menangkap yang ada di balik gejala itu.  Menurut Rahmanto, insting, persepsi, dan imajinasilah yang menggerakkan proses kreatif Budi Darma.

Rahmanto melanjutkan penjelasannya tentang insting, persepsi, dan imajinasi dengan mengutip tulisan Budi Darma. “Dengan insting dan persepsi ini saya tidak hanya melihat bayang-bayang hidup yang tercermin dalam tindakan manusia, akan tetapi hakikat hidup sendiri. Saya dapat melihat segala sesuatu yang berkelebatan di sekitar takdir manusia. Mata saya dapat menembus segala sesuatu, kuping saya dapat mendengar apa pun, dan perasaan saya dapat menangkap apa yang tidak mungkin saya tangkap andaikata saya bukan pengarang,” kutip Rahmanto dari buku Proses Kreatif: Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang.

Agus Noor berpendapat bahwa Budi Darma melalui cerita-ceritanya, berhasil menangkap realitas dalam perspektif yang unik dan kocak. “Kocak dalam perspektif manusia melawan takdirnya, bukan usaha untuk melucu,” ujar Agus Noor. Naomi Srikandi mengafirmasi pendapat Agus Noor dengan mengatakan bahwa cerpen-cerpen Budi Darma membuat kita berpikir ulang tentang apa yang kita anggap sebagai yang wajar.

Budi Darma juga sempat membacakan salah satu cerpennya dengan semangat. Bincang-bincang sastra yang diiringi dengan gerimis tersebut diakhiri dengan penandatanganan buku oleh Budi Darma. (Rananda Satria)

LEAVE A REPLY