Jumat (05-04) sore, Padepokan ASA dan Greenpeace Youth Yogyakarta berkolaborasi dengan Watchdoc mengadakan pemutaran dan diskusi film Sexy Killers. Pemutaran dan diskusi bertempat di Padepokan ASA, Sleman. Acara ini dihadiri oleh berbagai mahasiswa dari beberapa universitas di Yogyakarta. Tommy Apriando, jurnalis Mongabay Indonesia sekaligus tim riset dalam Sexy Killers turut hadir sebagai pemantik diskusi.
Sexy Killers merupakan film dokumenter ke-12 dari tim Ekspedisi Indonesia Biru dan rumah produksi Watchdoc. Setelah sebelumnya sukses dengan Asimetris yang mengangkat isu perkebunan kelapa sawit, kini Watchdoc membawa tema pertambangan batu bara di Indonesia. Sexy Killers menceritakan bagaimana dampak besar pertambangan batu bara dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap terhadap masyarakat dan lingkungan.
Sexy Killers dan Asimetris dibuat dengan harapan memberikan tawaran penggunaan energi alternatif. Tommy mengatakan bahwa Indonesia sebenarnya mampu untuk berpindah ke energi ramah lingkungan. Komitmen pemerintah diperlukan untuk memutuskan hal tersebut. Poin komitmen ini dikritisi oleh Tommy, menurutnya pemerintah hanya sebatas menjual rencana dalam konferensi internasional.
Menurut Tommy, pada tahun 2050 mendatang kebutuhan batu bara di Indonesia masih akan meningkat. Fakta ini menjadi hambatan bagi realisasi rencana pemerintah untuk menjaga lingkungan. “Padahal upaya pembukaan lahan untuk pertambangan batu bara dan perluasan kebun sawit sangat berkontribusi pada perubahan iklim,” ujarnya.
Sexy Killers menampilkan adanya keterlibatan para pejabat dan purnawirawan di sektor pertambangan batu bara dan perkebunan kelapa sawit. Mereka terlibat secara aktif sebagai direksi, komisaris, pemilik saham dan sebagainya. Keterlibatan para pejabat ini secara tidak langsung menjadi alasan mengapa pemerintah seakan tidak menunjukkan komitmen yang kuat.
Pemaparan data yang menunjukkan adanya bukti keterlibatan pejabat memang selalu mengundang rasa penasaran. Gusti, salah satu peserta diskusi memberi pertanyaan tentang sumber data yang digunakan untuk produksi Sexy Killers. Tommy menyatakan bahwa masyarakat dapat mengakses data tersebut dengan cara membeli dokumen dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. “Lewat kumpulan dokumen tersebut kita dapat mengetahui siapa saja pemilik perusahaan tersebut,” ujarnya. (Hanggara/Adit)