Lingkaran Setan Bernama Oligarki

0
657
(bpmfpijar/Ariani Eka)

“Oligarki sebetulnya adalah cara baru untuk menggambarkan kapitalisme dari penguasaan hulu hingga hilir,” tutur Haris Azhar, Direktur Eksekutif Kantor Hukum Lokataru, dalam sesi diskusi yang diselenggarakan oleh Social Movement Institute (SMI) di Republik Café, pada Rabu, (29/10).

Dengan mengusung tajuk “Bangkit Lawan Oligarki”, diskusi ini berusaha mengulas kembali pemaknaan atas diksi oligarki yang kerap digunakan oleh masyarakat luas, terutama saat konsolidasi maupun demonstrasi. Menurut Haris, oligarki juga turut hadir dalam berbagai narasi tandingan. “Narasi yang tampaknya sebagai solusi, nyatanya juga ditunggangi oleh oligarki,” ucap Haris. 

Sebagai contoh, masyarakat saat ini mulai menolak menggunakan plastik dan beralih ke stainless steel. Padahal, menurut Haris, stainless steel juga terbuat dari bahan-bahan hasil tambang. Ia juga memberikan contoh lain, yakni Electric Vehicle yang diresmikan dalam Konferensi Tingkat Tinggi G20. “Katanya rendah karbon, tetapi pada kenyataannya juga menggunakan batu bara,” jelas Haris. 

Selain Haris, Made Supriatma, Institute of Southeast Asian Studies, juga memaparkan peran oligarki dalam berbagai narasi tandingan hari ini. Menurutnya, kehadiran gas melon yang semakin jarang adalah dampak dari pemotongan subsidi gas oleh pemerintah. Kemudian, pemerintah mencoba mengkampanyekan penggunaan kompor listrik. “Padahal, penurunan ongkos bulanan listrik tidak selalu terjadi,” papar Made. 

Lingkaran Oligarki

(bpmfpijar/Parama Bistya)

Menurut Made, kebijakan semacam ini, pada akhirnya, digunakan untuk melayani segelintir orang (baca: pemegang modal). Hal tersebut, menurutnya, didasari oleh keberadaan para pemegang modal sebagai sumber pendanaan dari berbagai kepentingan politik. “Kondisi semacam ini sulit diperbaiki terutama karena kita tidak berada dalam sistem ekonomi yang demokratis,” ucap Made. 

Lebih lanjut, menurut Made, kritik atas kebijakan yang disampaikan masyarakat dengan mudah dipatahkan oleh pemerintah. Sebab, menurut Made, mereka memiliki uang (power) untuk menciptakan narasi tandingan dari setiap kritik yang kita lontarkan. “Jadi ini adalah suatu bentuk lingkaran setan yang sulit diputus,“ tegas Made. 

Melanjutkan hal tersebut, Haris mengungkapkan bahwa cara kerja oligarki hari ini tampak dari cara mereka mengatur segelintir orang untuk berada dalam posisi tertentu. Menurutnya, hal tersebut dilakukan untuk melanggengkan kepentingan mereka, yakni akumulasi keuntungan. “Jika kebijakan ditentukan oleh beberapa orang dengan tendensi meraup keuntungan, tentu implikasinya akan negatif bagi masyarakat,” jelas Haris. 

Lebih lanjut, menurut Haris, kita perlu kritis terhadap setiap kampanye yang digaungkan oleh pemerintah hari ini. Sebab, menurutnya, kampanye ini hanya bentuk produksi dan konsumsi baru. “Kita cenderung tidak sadar bahwa agen-agen di belakang layar sedang berusaha menciptakan dinamika konsumtif baru,” ujar Haris. 

Haris mengumpamakan para oligarki ini sebagai kumpulan kartel yang sedang menguasai pasar. Oleh karena itu, menurut Haris, adanya studi oligarki ini bukan hanya sekedar memelihara narasi orang miskin, tetapi juga memperjuangkan demokratisasi bisnis dan industri. 

Sebab, hari ini, “Oligarki sedang mengepung hidup kita,” pungkas Haris. 

 

Reporter : Parama Bisatya
Penulis : Parama Bisatya
Penyunting : Michelle Gabriela Momole
Illustrator : Ariani Eka

LEAVE A REPLY