Kuasa Hukum Wadas Temukan Dugaan Manipulasi Data oleh Saksi Tergugat di Sidang PTUN Kelima

0
812

Senin (16/8), sidang kelima gugatan warga Wadas ke Ganjar Pranowo kembali digelar. Bertempat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, agenda sidang kali ini adalah memberikan kesempatan bagi tim tergugat untuk menghadirkan keterangan saksi/ahli dan menyajikan alat bukti.

Ashadi Eko, kuasa hukum penggugat, menyinyalir potensi manipulasi data yang diajukan oleh tergugat. Dugaan tersebut didasarkan atas temuan adanya pemalsuan tanda tangan pada surat keterangan yang dijadikan bukti pada persidangan oleh saksi tergugat.

Menurut Ashadi, dari 240 surat keterangan yang diklaim oleh saksi tergugat telah disetujui warga Wadas, nyatanya empat saksi penggugat yang hadir dalam persidangan mengaku tidak pernah menerima izin tersebut. Surat yang berisi pernyataan keterangan izin warga Wadas atas penambangan kuari itu, menurutnya juga tak jelas sosialisasinya dan tujuannya apa.

Selain itu, data luas bidang lokasi tambang, antara yang disampaikan oleh keterangan saksi dengan surat kepala desa juga berbeda. “Kepala desa bilang 404 bidang, tapi keterangan ahli tergugat menjadi 583 bidang, lalu data pemegang surat izin juga tak sesuai. Padahal, saksi sudah menerangkan bahwa dia yang memberikan data ke kepala desa,” terang Ashadi.

Hasrul Buamona, advokat bagian dari Koalisi Advokat Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa), menyebutkan kesalahan data tersebut adalah upaya untuk memberi kesan bahwa mayoritas masyarakat Wadas menerima izin penetapan lokasi. 

Sementara itu, ia juga menyampaikan ketiadaan  fakta persidangan yang menyebutkan secara jelas bagaimana data-data tersebut dapat terkumpul.  “Kami sudah menanyakan mengenai mekanisme kepada saksi, dan tidak ada jalur koordinasi yang jelas dan resmi bagaimana bisa mengumpulkan dokumen warga,” ujar Hasrul. 

Ashadi menyampaikan dalam persidangan bahwa saksi yang dihadirkan, Sabar, yang menjadi pengumpul data masyarakat tidak memiliki jabatan administrasi dan SK resmi di kelurahan. 

Julian Dwi Prasetya, salah seorang tim kuasa hukum warga Wadas, menyatakan saksi tergugat justru menyibak kelalaian administrasi gubernur dan pihak yang memiliki kepentingan, dalam hal  ini Kepala Bidang Pertanahan Provinsi Jawa Tengah. Julian menyampaikan sanggahan dari fakta persidangan yang diajukan tergugat melalui berita acara yang tidak menemukan persetujuan warga dalam berkas yang diajukan tergugat. “Faktanya, ketika dibuka berkas tersebut ngga ada persetujuan dari warga sama sekali. Artinya, gubernur lalai melihat ini, warga setuju kok justru dia tetap menerbitkan,” imbuh Julian.

Kemudian, Julian menilai bahwa kelalaian pihak yang berwenang tidak hanya pada Gubernur, tetapi juga pada Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBW-SO) sebagai pihak pengadaan bidang tanah pun tidak melaporkan keberatan warga, “Warga sudah menyampaikan keberatan ke BBW-SO, tetapi BBW-SO tidak menyampaikan hal tersebut kepada gubernur,” ungkap Julian.

Julian juga menilai  bahwa negara telah melakukan diskriminasi terhadap sikap politik warga negara. “Padahal, di tanggal 3 Juni sebelum habisnya penerapan lokasi, warga sudah melakukan penolakan,” tegas Julian

Menurut Ashadi, selama prosesi sidang berlangsung, pihak tergugat selalu menyoroti konflik horizontal yang terjadi pada Wadas. Ia menyampaikan bahwa pihak tergugat terkesan menyalahkan warga yang menolak penambangan.  

“Justru dari persidangan tadi, kuasa hukum tergugat cenderung menampilkan konflik horizontal yang terjadi, dan yang disalahkan warga yang kontra dengan penambangan. Harusnya kan pemerintah menyelesaikan, bukan menyalahkan,” ungkapnya.

Julian juga menambahkan, bahwa negara melupakan tugas untuk mengayomi seluruh masyarakatnya. “Pertanyaan yang mereka ajukan selalu menyoroti konflik sosial masyarakat, mereka justru lupa tugas sebagai negara. Toh, jika kebijakan itu memang baik sepatutnya tidak menimbulkan konflik,” pungkasnya. (Farid/Ayom) 

LEAVE A REPLY