Konsep Monokultur dalam film Asimetris

0
1911
Foto: Alvin

Rabu (21-03) malam, Kanal Pengetahuan Filsafat mengadakan pemutaran dan diskusi film Asimetris. Film dokumenter ini diproduksi oleh media alternatif Watchdoc. Pemutaran dan diskusi bertempat di Laboratorium Filsafat Nusantara, Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada. Acara ini dihadiri oleh 55 orang peserta dari berbagai kalangan. Dandhy Laksono selaku pihak yang terlibat langsung dalam proses pembuatan Asimetris turut hadir di pemutaran dan diskusi ini.

Secara garis besar, film ini menceritakan proses pengalihan lahan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit di beberapa daerah di Indonesia. Film ini mendokumentasikan penggunaan sawit yang sudah sangat masif di kehidupan sehari-hari masyarakat dan dampak yang ditimbulkannya terhadap lingkungan hidup dan ekonomi rakyat. Polusi udara yang terjadi pada wilayah Sumatera dan Kalimantan akibat pembakaran hutan menjadi pembuka yang ditawarkan film dokumenter ini. Selanjutnya, penonton diajak menelaah apakah tepat dan bijaksana konsep monokultur yang ditawarkan oleh perkebunan kelapa sawit dan jargon sawit sebagai komoditas nasional yang harus dilestarikan.

“Tujuan pembuatan film ini adalah untuk membesarkan hati warga dengan masih adanya konsep multikultur yang mampu bertahan,” ucap Dandhy setelah pemutaran film berlangsung. Dandhy berujar bahwa film ini diharapkan mampu untuk menumbuhkan kesadaran akan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh eksploitasi sawit.

Salah satu peserta, Tejo, menanyakan apa kontribusi pendidikan dalam membantu perusahaan-perusahaan sawit.  Dhandy mengatakan relasi antara modal, keamanan, media, dan kuasa pengetahuan itu sangat kuat sekali. “Misalnya, para doktor di IPB yang mengatakan bahwa sawit adalah salah satu tanaman yang menyerap karbon justru lebih banyak daripada tanaman yang lain. Lalu dikatakan bahwa sumbangan sawit terhadap perubahan iklim tidak sebesar tanaman monokultur lain yang dikembangkan di Amerika atau Amerika Latin, jadi narasi-narasi bahwa ini tanaman yang baik dan tanaman yang tidak merusak justru diproduksi di kampus-kampus,” ujarnya.

Dandhy juga menambahkan bahwa Watchdoc ingin berusaha untuk terus memberikan sesuatu terhadap masyarakat Indonesia dengan jalan media audiovisual. “Saya lebih milih film saya ditonton oleh lima orang dan dua di antaranya setelah menonton dapat bergerak daripada ditonton ratusan ribu habis itu cuma haha hihi saja,” pungkas Dandhy dengan tawa di penghujung kalimatnya. (Sherin/Rananda)

LEAVE A REPLY