Power Up menyuarakan aksi pada (08/11). Aksi ini menyoroti krisis iklim yang saat ini terjadi dengan mengadakan panggung bebas berupa aksi dan penampilan musik. Rangkaian aksi terdiri dari instalasi, parasut, dan performance musik. Aksi tersebut dilaksanakan pukul 15.00 WIB bertempat di Titik Nol Kilometer Yogyakarta yang dihadiri oleh berbagai komunitas lingkungan, seperti Climate Rangers Jogja dan Trash Hero Yogyakarta.
Aksi dibuka dengan orasi yang digaungkan Arami Kasih, selaku koordinator Climate Rangers Jogja. Kemudian, setelah orasi, Arami mengatakan bahwa aksi ini tidak hanya digaungkan di Yogyakarta ataupun Indonesia, melainkan secara global di seluruh benua. “Gerakan ini hadir di semua benua dan kota besar, termasuk Yogyakarta,” ucap Arami.
Secara global, aksi ini menuntut dua hal, Pay-up dan Power-up. “Tuntutan utamanya dua, pertama adalah pay-up, di mana negara-negara harus bertanggung jawab atas emisinya dan membayar kerusakan yang ditimbulkannya. Kedua, power-up yang diperlukan untuk mendanai transisi sebagai solusi dari krisis iklim,” jelas Arami.
Lebih lanjut, Arami menambahkan terkait tujuan dalam aksi Power Up. Menurutnya, aksi ini bertujuan untuk mendesak para calon presiden dan calon wakil presiden untuk berkomitmen melakukan transisi energi berkeadilan tanpa penindasan sebagai solusi dari dari krisis iklim.
Selain itu, mengenai transisi keadilan, Arami menjelaskan bahwa transisi energi merupakan perpindahan penggunaan energi dari pemakaian energi kotor kepada energi bersih. “Kalo di Indonesia karena lagi musim pemilu 2024, jadi kami menuntut capres dan cawapres untuk berkomitmen melakukan transisi energi yang berkeadilan dan juga yang benar-benar bersih, serta melibatkan seluruh kalangan masyarakat,” jelasnya.
Selaras dengan orasinya, Arami menyadari bahwa dalam menghadapi Pemilu 2024, masyarakat harus bersatu, bergerak, dan bersuara. Terlebih, Arami juga menyadari untuk perlunya menuntut para calon pemimpin agar memprioritaskan penanganan krisis iklim dan transisi energi yang adil. “Berdasarkan data KPU yang menunjukkan dominasi generasi Z dan milenial dalam Pemilu 2024, demokrasi seharusnya berada di tangan kita.” Tambah Arami.
Lewat Alunan Musik, Menyuarakan Suara Berisik
Kemudian, Dendang Kampungan, sebuah band asal Yogyakarta juga ikut serta dalam memeriahkan aksi Power Up Jogja. Band tersebut membawakan tiga buah lagu berjudul “Pembohong”, “Anti Kekerasan” dan “Rebut Tanah Kita”. Fitri, selaku vokalis band Dendang Kampungan menjelaskan bahwa lirik lagu tersebut berangkat dari kegelisahan anggota band terhadap isu-isu sosial dan lingkungan yang terjadi di sekitar mereka. Lirik lagu “Pembohong” dan “Anti Kekerasan” berisi kritik atas kekerasan dan penindasan yang dilakukan oleh aparat ketika masyarakat menyuarakan aspirasi. “Lirik-lirik lagu kami kan juga isinya tentang situasi sosial, tentang lingkungan, tentang anti kekerasan,” ujar Fitri.
Kemudian, lirik lagu “Rebut Tanah Kita” lebih berfokus pada pengalihfungsian tanah masyarakat adat yang dirampas untuk pembangunan tambang dan perusahaan yang sifatnya merusak lingkungan. “Kita mempertanyakan tentang tanah-tanah yang diambil paksa, apalagi kalau melihat tanah-tanah masyarakat adat yang dibangun tambang atau perusahaan yang merusak,” ungkap Fitri.
Aksi ini ditutup dengan performance musik oleh Dendang Kampungan. Sebab, menurut Fitri dengan melalui alunan musik, Dendang Kampungan juga menyuarakan aspirasinya terhadap krisis lingkungan yang tidak berkeadilan, aspirasi terhadap krisis sosial dan lingkungan dapat dilakukan dengan hal yang sederhana.
“Aspirasi bisa diungkapkan melalui berbagai media yang kita kuasai, seperti tulisan, musik, lukisan, poster, atau bahkan melalui hal-hal sederhana yang bisa kita lakukan.” pungkasnya.
Penulis: Fachriza Anugerah, Zaky Al-Ghifari, Bilal Surya (Magang)
Penyunting: Mochamad Zidan Darmawan
Fotografer: Ariani