Kawal PPKS, LEM FIB Desak Pengarusutamaan Gender dalam Ruang Perkuliahan

0
871

(bpmfpijar.com/ilustrasi: farid)

Menjelang semester gasal 2021/2022, Lembaga Eksekutif Mahasiswa FIB (LEM FIB) bekerja sama Lembaga Mahasiswa Fakultas Filsafat (LMFF) mengadakan audiensi bersama tim perumus Mata Kuliah Wajib Kurikulum (MKWK), pada Kamis (5/8).

Diselenggarakan secara daring melalui Google Meet, forum ini membahas rekomendasi dari LEM FIB terkait pengarusutamaan gender dalam materi kuliah MKWK, secara khusus pada mata kuliah Pendidikan Pancasila. 

Berangkat dari Peraturan Rektorat No.1 Tahun 2020 (PPKS) Pasal 4 Ayat 2 B yang mengatur implementasi pencegahan kekerasan seksual di lingkungan kampus, tim Kementrian Kajian Strategis LEM FIB merasa implementasi dari kebijakan tersebut perlu dikawal.

Disampaikan oleh Alysia Noorma, ketua Kajian Strategis LEM FIB, tindakan untuk mengedukasi masyarakat kampus melalui sosialisasi anti kekerasan seksual perlu dilaksanakan secepatnya. 

Dalam hal ini, mata kuliah Pendidikan Pancasila dirasa ideal sebagai wadah penyampaian materi tersebut. “Pancasila sebagai pedoman moral seluruh masyarakat Indonesia dapat diikutsertakan dalam memandang fenomena kekerasan seksual di lingkungan kampus,” kata Alysia. 

Lebih lanjut, oleh Alysia dipaparkan tiga rekomendasi terkait penerapan pembelajaran MKWK Pendidikan Pancasila berbasis pengarusutamaan gender. Pertama, pembelajaran dilakukan dengan metode problem based learning, agar pembelajaran menjadi lebih reflektif dan afektif. Hal itu dilakukan dalam rangka mensosialisasikan sistem etika Pancasila yang mendorong perwujudan kampus anti kekerasan seksual. 

Kedua, pengarusutamaan gender berperan dalam meningkatkan kesadaran peserta didik atas isu-isu keadilan gender secara general dan kekerasan seksual secara partikular. Ketiga, konsep gender dan interseksionalitas dapat dijadikan bahan ajar agar membangun lingkungan yang inklusif dan tidak diskriminatif dalam memandang kasus kekerasan seksual. 

Pendidikan Pancasila, kata Alysia, seyogianya memuat pengarusutamaan gender dalam proses pembelajarannya. Ia juga mengatakan, menjadi penting untuk diaktualisasikan metode pembelajaran problem based learning dalam menjelaskan relasi antara Pancasila dengan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.

Selain itu, pemberian materi konsep gender dan interseksionalitas juga patut diajarkan agar mahasiswa memiliki perspektif yang inklusif, simpatik, dan holistik dalam memandang gender dan kasus kekerasan seksual.

“Melalui rekomendasi ini, kami harap upaya untuk mewujudkan UGM yang bebas dari kekerasan seksual dapat lebih mudah tercapai,” tutur Alysia.

Mustofa Anshori Lidinillah, kepala MKWK saat ini, menanggapi secara positif dan mengapresiasi atas rekomendasi pengarusutamaan gender ke dalam muatan materi MKWK itu. Pengarusutamaan gender, kata Mustofa, sangat mungkin dijadikan materi dalam mata kuliah MKWK.

“Kami sangat mengapresiasi dan sistem perkuliahan MKWK terbuka akan hal-hal yang inovatif dan bermanfaat untuk masyarakat,” jelas Mustofa.  

Menanggapi rekomendasi LEM FIB terkait metode problem based learning, Mustofa menjelaskan bahwa saat ini di tingkat nasional sedang diproses sistem pembelajaran MKWK yang sinergis. Artinya, pembelajaran tidak hanya berbasis problem based learning, tetapi juga akan menjadi project based learning yang melibatkan aksi-aksi nyata untuk menyelesaikan masalah. 

“Jadi, tidak berhenti di problem saja, tetapi juga project atau social project based learning, sehingga ada tindakan konkret bagaimana mahasiswa berperan dalam menyelesaikan suatu masalah di tengah masyarakat,” imbuh Mustofa.

Sebagai gambaran, Mustofa menjelaskan bahwa dalam sistem pembelajaran tersebut, mahasiswa akan mendapatkan empat mata kuliah dalam satu semester, yaitu Bahasa Indonesia, Pendidikan Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Agama. Diharapkan dalam satu semester mahasiswa memiliki empat perspektif yang berbeda untuk membahas suatu tema atau masalah tertentu, misalnya gender. 

Di dalam pembelajaran tersebut, Mustofa menambahkan di setiap kelas akan terdiri dari berbagai mahasiswa dari program studi yang berbeda. Oleh karena itu, di dalam sistem pembelajaran itu, secara eksternal terdapat multi-interdisiplin dan secara internal terdapat perspektif yang lengkap.

“Perspektifnya lengkap, multi-interdisiplinnya baik, lalu (ada) aksinya. Kemudian diharapkan dari aksi tersebut dapat ditindaklanjuti, seperti program KKN tematik dan yang lainnya,” papar Mustofa.

Sepakat dengan Mustofa, Sri Yulita Pramulia Panani, salah satu tim inovasi MKWK untuk mata kuliah Pendidikan Pancasila juga mengapresiasi dan menyambut baik rekomendasi dari LEM FIB. Meskipun isu ini tidak secara gamblang menjadi bahasan dalam kurikulum sebelumnya, Yulita menyebutkan isu pelecehan seksual dan kesetaraan gender pasti dibawa di setiap semester dan menjadi diskusi yang sangat menarik. 

“Ketika sedang membicarakan salah satu implementasi pancasila, isu itu (pelecehan seksual dan kesetaraan gender) pasti akan terbawa dan antusiasme dalam diskusi itu sangat menarik,” jelas Yulita.

Menurut Yulita, usulan dari LEM FIB tersebut sangat tepat dan ditempatkan di ruang yang tepat karena mata kuliah Pendidikan Pancasila sebagai salah satu mata kuliah kepribadian. Yulita menyebutkan saat ini sedang dibahas rumusan RPKPS terbaru yang disesuaikan dengan isu-isu aktual dan kemudian dikembangkan menjadi bahasan yang dapat mengembangkan kepribadian generasi masa depan. 

Untuk kedepannya, Yulita sepakat untuk melibatkan mahasiswa yang memiliki perhatian dengan isu pengarusutamaan gender, sehingga dapat membawa pembaharuan dan perubahan pandangan pada generasi mendatang.

Di sisi lain, Yulita menyebutkan hal ini juga dapat meminimalisir adanya kekerasan dalam aspek mata kuliah MKWK sehingga menjadi keberimbangan yang membentuk kepribadian mahasiswa. 

“Seperti mata kuliah Pendidikan Pancasila, Bahasa Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Agama yang kemudian menjadi satu keberimbangan yang membentuk kepribadian teman-teman mahasiswa,” ungkap Yulita.

Sebagai langkah selanjutnya, Mustofa dan Yulita sepakat untuk membawa hasil audiensi ke rapat tim inovasi pembelajaran MKWK. Mereka juga bersedia untuk memberikan hasil rapatnya kepada LMFF dan LEM FIB agar keduanya dapat mengikuti perkembangan rapat dari tim perumus kurikulum MKWK terkait dengan usulannya. U

ntuk ke depannya, mereka juga setuju melibatkan tim LEM FIB untuk mempresentasikan materi yang mereka kaji dalam workshop untuk dosen atau yang lainnya. “Dalam hal pengayaan materi ajar, pengarusutamaan gender bisa dimasukkan, sekali lagi kami mohon keterlibatan dari rekan-rekan LEM FIB atau mahasiswa yang memiliki perhatian khusus terhadap isu ini,” pungkasnya. (Nares/Haris) 

LEAVE A REPLY