Jajaran rektorat melakukan hearing dengan pelbagai unsur mahasiswa guna membahas permasalahan Sumbangan Solidaritas Pendidikan Unggul (SSPU) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi mahasiswa baru pada Kamis (24/3). Hearing ini dilakukan sebagai bentuk lanjutan dari Aksi Tolak Uang Pangkal yang dilakukan (13/03) lalu. Hearing diselenggarakan secara bauran di Ruang Sidang Pimpinan, Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada (UGM).
Fokus utama hearing adalah pembahasan kebijakan uang pangkal bagi mahasiswa baru UGM yang diterima melalui jalur ujian mandiri. Dalam hearing ini, rektor UGM diwakili oleh Arie Sujito selaku Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian Masyarakat dan Alumni; Supriyadi selaku Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Keuangan; Sindung Tjahyadi selaku Direktur Kemahasiswaan; serta Syaiful Ali selaku Direktur Keuangan.
Supriyadi menjelaskan bahwa rektor telah menerbitkan Surat Keputusan mengenai SSPU. “Rektor sudah menerbitkan Surat Keputusan terkait UKT Pendidikan Unggul dan UKT Pendidikan Unggul Bersubsidi untuk masing-masing program studi dan juga SSPU bagi calon mahasiswa jalur mandiri,” ujar Supriyadi.
Lebih lanjut, hearing tersebut pula membahas mengenai pelibatan mahasiswa dalam Tim Verifikator UKT. Supriyadi menjelaskan bahwasanya Tim Verifikator terdiri atas tim program studi departemen, pimpinan fakultas atau sekolah, serta perwakilan mahasiswa. Supriyadi menambahkan bahwa terdapat kegiatan Tim Verifikator. Kegiatan Tim Verifikator tersebut adalah guna mengonfirmasi data dari calon mahasiswa yang mendaftar dan memproses penentuan UKT dari calon mahasiswa tersebut.
Arsya, perwakilan dari Forum Advokasi, mempertanyakan beberapa hal mengenai SSPU. Pertanyaan yang diajukan meliputi range pendapatan untuk menentukan UKT calon mahasiswa dan Indeks Kemampuan Ekonomi (IKE). Kemudian, Arsya juga kembali menyoal seberapa jauh peran mahasiswa dalam Tim Verifikator serta hal-hal terkait peninjauan kembali. “Kami menyarankan untuk menambah kriteria-kriteria lain sebagai indikator guna menghindari ketidaksesuaian penetapan UKT,” tambah Arsya.
Pertanyaan tersebut direspons Supriyadi bahwa range pendapatan orang tua bukan hal utama dalam menentukan UKT. Namun, masih terdapat variabel-variabel pendukung lainnya seperti jumlah tanggungan orang tua, daya listrik, serta Pajak Bumi dan Bangunan. Hal ini juga menjadi aspek yang menentukan besaran IKE dari mahasiswa. “Beberapa indeks termasuk jumlah pendapatan orang tua dan banyaknya tanggungan menjadi formulasi untuk menentukan UKT mahasiswa melalui sistem IKE,” ungkap Supriyadi.
Mengutip ungkapan Syaiful, sistem IKE rupanya masih sekadar rancangan. Ia juga mengungkapkan bahwa Tim Verifikator fakultas akan memastikan kesesuaian antara data yang diunggah dengan keadaan mahasiswa yang sesungguhnya. Jika terdapat kesalahan data yang dimasukkan oleh calon mahasiswa, maka akan diberi kesempatan untuk memperbaiki data tersebut. Selain itu, Syaiful juga menyatakan bahwa perwakilan mahasiswa dalam Tim Verifikator akan dilibatkan secara sistematis dalam proses verifikasi dokumen hingga konfirmasi lapangan. Hal ini merupakan bentuk antisipasi terhadap ketidaksesuaian data sehingga perlu adanya konfirmasi lebih lanjut.
Lebih lanjut, Syaiful menambahkan penjelasan mengenai perluasan kriteria untuk melakukan peninjauan kembali terkait UKT yang telah ditentukan. Menurut Syaiful, kekeliruan mahasiswa dalam menginput data sudah cukup menjadi alasan dilakukannya peninjauan kembali. “Kriteria peninjauan ulang dapat diperluas menjadi beberapa hal, seperti perubahan ekonomi yang signifikan, orang tua atau wali yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja, dan orang tua atau wali yang meninggal,” ujar Syaiful.
Perwakilan Fakultas Hukum, Stevanus, mempertanyakan terkait range pendapatan yang menjadi pertimbangan untuk subsidi. Kemudian, ia juga mempertanyakan pertimbangan apa saja yang akan diterapkan pada sistem penetapan UKT. Lebih lanjut, Stevanus juga menyinggung Draf SK Juklak dan SOP Penetapan UKT 2023. Pada poin kedua dari kriteria yang dapat mengajukan peninjauan kembali, ia memberi saran untuk menghilangkan kata ‘permanen’ pada kalimat ‘perubahan ekonomi orang tua secara permanen’. Bagi Stevanus, unsur ‘permanen’ pada akhirnya tidak dapat dilihat secara objektif.
Menanggapi pertanyaan Stevanus, Supriyadi menjelaskan bahwasanya belum terdapat range pendapatan yang digunakan sebagai pertimbangan subsidi oleh UGM. “Masih terdapat variabel lain yang akan digunakan sebagai pertimbangan, tetapi memang porsi terbesarnya ada di range pendapatan,” tutur Supriyadi. Ia juga menjelaskan mengenai kata ‘permanen’ yang bagi Supriyadi, merujuk saat mahasiswa mendaftar ulang, tetapi orang tua atau wali dalam kondisi di-PHK oleh perusahaan, meninggal, atau terkena bencana. Kendati demikian, Supriyadi tetap menyatakan bahwa jajaran rektorat masih terbuka untuk dikoreksi. “Persyaratan mahasiswa untuk mengajukan banding masih dapat dikoreksi kembali,” ujar Supriyadi.
Sebagai penutup, Supriyadi menegaskan bahwa besaran SSPU tidak memiliki kaitan dengan keputusan penerimaan mahasiswa. “Kami tidak akan menekan SSPU sebagai syarat penerimaan. Akan tetapi, syarat diterima didasarkan pada kemampuan akademik dan afirmasi bagi mahasiswa yang berada di daerah terluar,” jelas Supriyadi.
Penulis: Fais Adnan, Annisa Ika
Penyunting: Muhammad Huda Alima Salim
Ilustator: Ariani Eka