Demonstrasi Gagalkan Omnibus Law Direpresi

0
940
Processed with VSCO with g7 preset

(bpmfpijar.com/Pramodana)

Jumat (14/8) sekelompok orang yang membawa kayu dan batu menyerang massa aksi demonstrasi Gagalkan Omnibus Law dari Aliansi Rakyat Bergerak (ARB). Kericuhan tersebut berawal ketika batu dilempar ke kerumunan massa aksi di pertigaan Revolusi sekitar pukul 19.00 WIB.

Setelah tiga kali lemparan batu, sekelompok orang yang berada di mulut Gang Papringan tersebut berusaha menyulut emosi dengan meneriakkan, ‘Social Distancing, su!’ dan ‘Wes ayo ndang dilekasi wae‘. Melihat massa aksi bergeming, mereka serentak menyerbu massa aksi ARB.

Ratusan massa aksi terpukul mundur. Beberapa dari mereka lari ke pintu masuk UIN dan yang lain menuju selatan persimpangan. Beberapa di antara mereka mengalami luka ringan hingga berat. Mobil komando yang ditinggal, diketahui setelah kericuhan mereda, kabel gasnya terputus.

Di tengah kericuhan itu, sekelompok orang tadi menyerukan, “Papringan bersatu tak bisa dikalahkan”. Namun, Nur Hamid, Kepala Dukuh Papringan, dilansir dari kumparan.com, meragukan bahwa kelompok tersebut merupakan warga Papringan. Ia menambahkan, warga sudah terbiasa dengan demo dan tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Senada dengan Kepala Pedukuhan Papringan, Untung Wahyono, Ketua RW 01 Papringan, memastikan mereka yang menyerang massa aksi ARB adalah bukan warganya, yang menurutnya tidak mau ambil pusing dengan demo.

Sebelum kericuhan terjadi, massa aksi tengah melangsungkan pertunjukan seni. Mereka membuat api unggun dari sampah yang dikumpulkan sepanjang longmars hingga pertigaan Revolusi. Bersamaan dengan lagu Buruh Tani yang diputar keras dari mobil komando, Aliansi Mahasiswa Papua menginisiasi untuk berlari mengitari api unggun dan diikuti massa aksi lainnya. Jessica Amoeba baru selesai menyanyikan lagu Darah Juang karya John Tobing.

Truk pengangkut Unit Sabhara Kepolisian datang dan parkir di Balai Litbang Penerapan Teknologi Permukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian PUPR sesaat sebelum pertunjukan seni. Di tengah acara, Unit Sabhara beratribut lengkap berada di lokasi aksi.

Ketika api unggun padam, kericuhan mulai mereda. Massa aksi berjalan kembali ke tengah pertigaan Revolusi dengan mengangkat tangan. Mereka menunjukkan bahwa mereka tak bersenjata dan tidak akan membalas serangan. Namun, polisi menghadang langkah massa aksi untuk kembali berkumpul. Massa aksi dipaksa untuk kembali ke Bunderan Universitas Gadjah Mada (UGM), yang juga merupakan titik kumpul awal. 

Usaha membubarkan kericuhan dilakukan dengan membuka kembali jalan, kendaraan bermotor mulai melintas saat massa aksi dan sekelompok penyerang tadi masih berada di jalan. Kemacetan terjadi dan klakson meributkan suasana. Massa aksi mulai berjalan dengan langkah mundur dengan mengapit tangan satu sama lain dan merapatkan barisan.

“Saling jaga dan ingat berangkat dengan siapa,” ujar koordinator aksi dengan megafonnya.

Polisi dengan tameng dan pentungan mengawal kendaraan yang melaju sementara massa aksi berjalan mundur sampai ke pertigaan Wawawa. Di perjalanan kembali itu, dalam dua kesempatan yang berbeda, dua mobil berusaha menerobos dengan kecepatan tinggi. Kejadian itu menciptakan keributan, beberapa massa aksi berusaha mengejar mobil tersebut.

Ruas kiri di jalan Affandi dibuka untuk kendaraan melintas. Massa aksi mulai berjalan normal setelah mendekati persimpangan Gejayan. Polisi kali ini mengekori massa aksi sampai ke area Bunderan UGM, titik kumpul awal dan tempat massa aksi bertahan di malam itu. Polisi baru membubarkan diri setelah lebih dulu massa aksi melakukannya.

Kucul, salah satu massa aksi, mengatakan bahwa massa aksi tidak akan menyerah dengan segala macam bentuk ancaman dan represi aparat. Omnibus Law RUU Cipta Kerja, menurutnya, merupakan ancaman bagi buruh, kaum tani, rakyat miskin, dan perempuan. “RUU ini akan menimbulkan penggusuran masif dan bencana ekologis,” ujarnya lantang.

Aliansi Rakyat Bergerak, dalam unggahan video di Instagram @gejayanmemanggil, menuntut; (1) mengutuk dengan keras represi aparat (2) bebaskan massa aksi yang ditahan di Jakarta dan tahanan politik lainnya, dan (3) akan kembali dengan massa berlipat ganda.

(Pramodana/Ayom)

LEAVE A REPLY