Pembahasan Ketetapan Kongres Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (KM UGM) 2016 tidak berhenti pada pembahasan Tim Bedah Rumah saja. Pasalnya, perpanjangan kongres yang berlangsung di Ruang Sidang III Gelanggang Mahasiswa pada Kamis (22/12) ini juga mempermasalahkan peran Senat Mahasiswa (SM KM) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM KM) UGM. “Dengan adanya ketetapan yang sudah disepakati, menurut saya peran SM KM dan BEM KM tetap dijalankan sesuai Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) KM UGM,” usul Lingga, peserta kongres dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA).
Pernyataan ini juga disepakati oleh Agung Pratama, peserta kongres dari Fakultas Hukum (FH). Baginya, walaupun SM KM dan BEM KM berperan sebagaimana tahun lalu, mereka juga harus memprioritaskan diri sebagai Tim Bedah Rumah. “Selain itu, saya pikir Alfath (Presiden Mahasiswa 2017) tetap butuh bantuan menterinya untuk mengawal isu dan memperbaiki sistem,” ujarnya. Alfath Bagus Panuntun pun turut mengamini pernyataan Agung. “Saya akan menjadikan BEM KM tahun ini sebagai rezim yang mendengarkan mahasiswa,” tegasnya.
Namun, tanggapan lain datang dari Joko Susilo, peserta kongres dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL). Menurutnya, dinamika tahun ini tidak bisa disamakan dengan posisi BEM KM dan SM KM pada keadaan normal karena sedang dalam status quo.
Demi menghormati pergerakan mahasiswa, fungsi menteri dalam BEM KM adalah koordinatif terhadap forum-forum yang sudah ada di fakultas. Maka dari itu, BEM KM tidak berhak merekrut staf baru, namun tetap dapat merekrut menteri untuk pengawalan isu dan fungsi koordinatifnya. Begitupun SM KM yang tidak perlu merekrut staf ahli. “Hal ini mungkin akan mengurangi program-program BEM KM untuk lebih mengotimalkan peran ke fakultas dan sekolah vokasi. SM KM juga dapat lebih memprioritaskan fungsi pengawasan dan aspirasi,” jelasnya.
Usul mahasiswa yang akrab disapa Josu ini pun menuai banyak penolakan. Salah satunya dari Mohamad Hikari. “Saya tidak sepakat terkait tidak adanya rekrutmen terbuka karena masih banyak orang di luar sana yang masih ingin belajar di BEM KM,” ucap mahasiswa FISIPOL ini. Pernyataan serupa juga diutarakan Alfath karena dikhawatirkan akan menutup ruang calon sumber daya manusia baru dalam BEM KM.
Salah satu peserta kongres dari FH, Muhammad Vicky AS mendukung usul Josu. Baginya, KM sedang dalam masa restrukturisasi sehingga harus ada jaminan prioritas. “Para staf yang sudah ada bisa diarahkan langsung ke pergerakan mahasiswa karena ini bukan kondisi biasa,” tuturnya. Pernyataan ini sejalan dengan Hakam, peserta dari FH. Ia juga menyarankan untuk mengoptimalkan sebaik mungkin fungsi Senat KM dalam hal pengawasan kabinet BEM KM.
Aslama Nanda Rizal melihat celah dalam usul Josu. Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya ini merasa bahwa permasalahan terkait rekrutmen terbuka hanya ditujukan pada BEM KM saja. “Tim Bedah Rumah ini tidak cuma SM KM dan BEM KM saja, melainkan perwakilan fakultas juga. Jadi apa lembaga fakultas juga tidak boleh merekrut anggota selama masa kerja Tim Bedah Rumah?” tanyanya. Ali Zaenal juga mengamini pernyataan Aslam. “Kita mempermasalahkan status quo KM UGM, bukan BEM KM. Kalau sudah yang dimasalahkan hanya BEM KM, ini namanya tidak adil,” ujar mahasiswa Fakultas Kedokteran ini.
Melihat buntunya jalan keluar, Sang Agni Bagaskoro selaku pemberi order untuk poin penutup ketetapan kongres akhirnya mengganti order-nya. Ia tidak lagi menyebut perihal rekrutmen terbuka bagi staf ahli SM KM dan anggota BEM KM dalam poin penutup. Oleh sebab itu, poin penutup Ketetapan Kongres KM UGM 2016 yang disepakati berbunyi: “Agar seluruh amanat ketetapan kongres ini dapat diutamakan untuk diselesaikan sebaik-baiknya dan tetap menghargai sistem yang sudah ada sebelum ketetapan kongres ini ditetapkan dan menghargai AD/ART dalam status quo ini.”
Penetapan ketetapan kongres ini sekaligus menutup Kongres KM UGM 2016 yang telah berjalan selama enam hari. (Oktaria Asmarani/Jofie)