BBM Melejit, Pedagang Menjerit

0
778
(bpmfpijar.com/Bayu Tirta)

“Dulu saya bisa dapat sampai lima ratus ribu rupiah, sekarang lima puluh ribu saja belum dapat,” ucap seorang Ibu sambil menggendong bakul.

Sang Ibu dengan mata sayu dan muka lesu mengeluhkan nasib dagangannya yang tidak laku akibat kenaikan harga harga bahan bakar minyak (BBM). Namun, seakan masih menggantungkan harapan, sang Ibu sesekali tersenyum tipis melihat massa aksi di Pasar Beringharjo Yogyakarta yang menyuarakan penolakan mereka terhadap kenaikan BBM.

“Mereka memperjuangkan rakyat dan memperjuangkan para pedagang. Terima kasih!”

Kenaikan harga BBM tidak hanya berdampak pada para pengguna kendaraan bermotor, tetapi juga memberikan efek domino terhadap hasil penjualan pedagang di Jalan Malioboro. “Jualan sepi, cari duit susah. Pembeli berkurang karena banyak yang tidak punya uang,” ungkap sang Ibu, pedagang bakul.

(bpmfpijar.com/Bayu Tirta)

Keputusan pemerintah menaikkan harga BBM yang mulai diberlakukan pada 3 September lalu menuai penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Ratusan massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) memadati Pasar Beringharjo Yogyakarta guna menyuarakan penolakan mereka terhadap kenaikan harga BBM pada Kamis (15/9).

Aksi ini merupakan aksi puncak dari #TolakKenaikanBBM yang sebelumnya sempat diselenggarakan di depan gerbang Kantor DPRD Yogyakarta. Menurut Brian (bukan nama sebenarnya), Tim Kajian Aliansi Mahasiswa UGM, aksi penolakan kenaikan harga BBM yang sebelumnya dilaksanakan di depan gerbang Kantor DPRD Yogyakarta (07/9) tidak membuahkan hasil apapun. “Kita kemarin sudah aksi di DPRD dan tidak ada hasil,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Brian menjelaskan bahwa pemerintah yang seharusnya menjalankan amanat Undang-undang Dasar, yakni menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia justru hanya mensejahterakan para oligarki. “Kebijakan pemerintah yang menyudutkan rakyat ini mengharuskan kita turun ke jalan,” jelasnya.

Selaras dengan Brian, Amel selaku Tim Kajian ARB menerangkan bahwa aksi kali ini ditujukan kepada pemerintah yang sibuk berebut kekuasaan dan berakhir menindas rakyat. Amel juga mengungkapkan bahwa terdapat beberapa isu turunan dalam aksi ini, yaitu pelanggaran Hak Asasi Manusia masa lalu yang belum terselesaikan, RKUHP, dan Omnibus Law.

(bpmfpijar.com/Bayu Tirta)

Kemudian, dalam aksi puncak #TolakKenaikanBBM, ARB mengusung konsep Panggung Rakyat dengan menampilkan aksi teatrikal, puisi, serta penampilan musik. Menurut Bruce (bukan nama sebenarnya), Tim Humas Aliansi Mahasiswa UGM, penampilan-penampilan tersebut dimaksudkan agar aksi massa tidak melulu berkutat dengan orasi politik dan kerusuhan. “Saat ini, banyak musisi yang sedang ‘berorasi’ memperjuangkan hak dan keresahan masyarakat melalui musik, tarian, puisi, dan sebagainya,” jelas Bruce.

Bruce juga menjelaskan bahwa kenaikan harga BBM semakin memosisikan rakyat dalam posisi yang rentan. Hal tersebut, menurut Bruce, dikarenakan kenaikan harga BBM menyebabkan kenaikan harga bahan pokok lainnya dan semakin mengurangi daya beli masyarakat.

(bpmfpijar.com/Dian Agustin)

Lebih lanjut, menurut Amel, konsep Panggung Rakyat diusung guna berbaur dengan masyarakat umum tanpa adanya sekat-sekat pengetahuan. Amel juga mengungkapkan bahwa dalam aksi ini tukang becak dan pedagang kaki lima turut menyuarakan keresahan mereka mengenai kenaikan harga BBM. “Kita ingin tidak hanya organisasi dan mahasiswa yang bersuara, tetapi juga semua masyarakat umum ikut bersuara dan menyampaikan aspirasi mereka di Panggung Rakyat,” jelas Amel.

Lebih lanjut, Amel menjelaskan bahwa kebijakan kenaikan harga BBM adalah kebijakan yang mencekik rakyat. Oleh karena itu, menurut Amel, sudah saatnya buruh, pekerja, dan seluruh elemen masyarakat bersatu dan bergerak menolak kebijakan ini.

“Apakah kita mau diam melihat mereka (pemerintah) berdiri gagah, padahal kita sudah tahu bahwa mereka sudah gagal menjadi gagah?” pungkas Amel.

Reporter         : Mochamad Zidan Darmawan, Sukma Kanthi Nurani, Raihan Mahardika, Dian Agustini, Bayu Tirta

Penulis             : Mochamad Zidan Darmawan, Sukma Kanthi Nurani

Fotografer      : Bayu Tirta, Dian Agustini, Raihan Mahardika

Penyunting      : Michelle Gabriela Momole

Illustrator       : Bayu Tirta

LEAVE A REPLY