bpmfpijar.com/Pramodana
Gejayan kembali memanggil. Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) menuntut penggagalan omnibus law atau RUU Cipta Kerja pada hari Kamis (16/7) di Yogyakarta. Aksi ini bertepatan dengan Sidang Paripurna DPR RI dengan agenda utama pengesahan RUU tersebut.
Massa aksi mula-mula berkumpul di Bunderan UGM. Mereka kemudian longmars menuju simpang tiga Gejayan, dengan menerapkan protokol kesehatan dalam barisan tiga banjar dan jarak 1.5 meter per-orang. Mobil bak terbuka dengan bendera besar ARB mengawal langkah-langkah mereka dengan seruan tuntutan dan revolusi dan menyanyikan lagu-lagu perjuangan.
Dalam aksi hari itu, gagalkan omnibus law merupakan satu dari tujuh tuntutan ARB. Mereka menuntut (1) Gagalkan Omnibus Law; (2) Berikan jaminan kesehatan, ketersediaan pangan, pekerjaan, dan upah layak untuk rakyat terutama selama pandemi; (3) Gratiskan UKT/SPP Dua semester selama pandemi; (4) Cabut UU Minerba, batalkan RUU Pertanahan, dan tinjau ulang RUU KUHP; (5) Segera sahkan RUU PKS; (6) Hentikan Dwi Fungsi Polri yang saat ini banyak menempati jabatan publik dan akan dilegalkan dalam omnibus law RUU Cipta Kerja; (7) Menolak Otonomi khusus Papua dan berikan hak penentuan nasib sendiri dengan menarik seluruh komponen militer, mengusut tuntas pelanggaran HAM, dan buka ruang demokrasi seluas-luasnya.
Di simpang tiga Gejayan, pukul 15.00 WIB, massa aksi duduk dalam lingkaran yang digambar dengan kapur, menghadap mobil bak terbuka, yang beralih fungsi menjadi mimbar, mendengarkan orasi-orasi politik dari berbagai elemen yang tergabung dalam ARB.
Warga Wadas, salah satu orator, menyatakan bahwa omnibus law merupakan titipan oligarki dan investor yang rakus. RUU ini akan melanggengkan konflik-konflik yang masih terus berlangsung dan akan melegitimasi kejahatan hukum. Hukum menjadi instrumen kejahatan yang dapat dipermainkan penguasa terhadap rakyat. Dalam omnibus law, salah satunya bisa tampak relaksasi hingga penghapusan izin-izin lingkungan. “Kami, warga Wadas, yang tanahnya akan segera digusur demi proyek bendungan menolak secara keras omnibus law,” ujarnya.
Serikat Buruh Kerakyatan, Serbuk, orator lain, menyatakan negara ini tidak memihak rakyat. Pemerintah pusat berhasil menunjukan impotensinya dan keberpihakannya bukan pada rakyat melainkan pengusaha. Sementara itu, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta malah sibuk membangun pagar dan melupakan nasib rakyatnya.
Komite Kampus UNY, orator lain, mengajak massa aksi bersholawat untuk menempuh jalur langit. Ia pun menyampaikan bahwa pergerakan menggagalkan omnibus law ini harus dilakukan dengan bersenang-senang karena wakil rakyat pun senang saja mengesahkannya.
Sementara itu, Komite Kampus UAD menuntut pendidikan gratis. Ia mengingatkan pemerintah bahwa ada anggaran yang cukup untuk menyelenggarakannya. Perpres No. 72 tahun 2020 telah menganggarkan 502 Triliun untuk pendidikan, sementara pendidikan gratis hanya butuh 64 Triliun. “Tidak alasan untuk tidak menuntut!” Serunya.
Federasi Serikat Kerja mandiri (FSKM) mengatakan bahwa Gejayan merupakan tempat bersejarah bagi perlawanan. FSKM, yang tergabung juga dalam Forum Serikat Buruh Jateng-DIY dengan tegas menolak RUU Cipta Kerja atau omnibus law. “Teriakkan kata ‘lawan!’ sekeras-kerasnya,” ujar mereka “sehingga kuping budeg wakil rakyat mendengar kita.”
Di sela-sela orasi, koordinator aksi menyatakan bahwa daripada membahas RUU omnibus law, DPR lebih baik mensahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Tidak lama sebelum kini, RUU PKS ditarik dari daftar Prolegnas Priotitas 2020 karena dianggap sulit dan di-carry over pada periode selanjutnya.
Humas ARB, Revo, di sela-sela aksi #GagalkanOmnibusLaw, mengatakan bahwa sekarang ini ada banyak demonstrasi yang tidak ditanggapi negara. Jika tuntutan tidak dipenuhi, maka akan terus ada perlawanan melalui instrumen hukum dan kerakyatan. Humas ARB lain, Lusi, menyampaikan bahwa perlawanan hukum dengan cara Judicial Review dan perlawan kerakyatan dengan aksi-aksi turun ke jalan lanjutan.
Massa aksi meninggalkan simpang tiga Gejayan pukul 16.00 WIB. Mereka membentuk barisan panjang untuk melanjutkan longmars menuju pertigaan Jl. Laksda Adisucipto. Mereka berjalan dalam baris yang renggang guna mematuhi protokol kesehatan.
Di simpang tiga Jl. Laksda Adisucipto, ARB kembali menggelar orasi politik. Pukul 17.15 WIB, massa aksi meninggalkan lokasi dan bergerak kembali ke Gejayan. Sewaktu dengan itu, DPR memutuskan untuk menunda sementara pembahasan RUU omnibus law.
Aksi demonstrasi Gagalkan Omnibus Law ini tidak hanya berlangsung di Yogyakarta. Kamis (16/7) kota-kota lain menggelar unjuk rasa serupa seperti di depan tugu pahlawan, Surabaya dan di depan gedung DPR RI, Jakarta. Dan Tagar #gagalkanomnibus terus trending di Twitter selama aksi berlangsung berdasar pantauan tim kami, bpmfpijar.com.
“Ini menunjukkan bahwa tuntutan ini benar-benar datang dari rakyat Indonesia,” kata Reski, salah satu peserta, “jadi, siapa sebenarnya wakil rakyat?”
Pramodana/Ayom