“Saat gladi upacara mau dimulai, beberapa mahasiswa mendapatkan tindakan represi dari beberapa anggota PK4L, diantara mereka ada yang dicekik, dipiting, dan didorong. Bahkan, ada mahasiswa yang sholat lalu diangkat dan bannernya digulung saat mereka melakukan ibadah,” ungkap Attila.
Jumat (31/5), Aliansi Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) mendapat tindakan represi ketika melaksanakan aksi penolakan kebijakan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) yang telah dilaksanakan sejak hari Senin (27/5). Tindakan tersebut diambil oleh pihak Rektorat UGM melalui Pusat Keamanan Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (PK4L) sebagai upaya pembubaran aksi secara sepihak. Aksi yang diselenggarakan dengan mendirikan tenda di halaman Balairung UGM dibubarkan demi terselenggaranya gladi bersih upacara peringatan Hari Lahir Pancasila.
Pada pukul 07.00 WIB, perwakilan Rektorat UGM datang kepada peserta aksi dengan menyampaikan informasi bahwa halaman Balairung UGM akan digunakan untuk gladi upacara Hari Lahir Pancasila yang akan dilaksanakan pada Sabtu, 1 Juni 2024. Peserta aksi diminta untuk membersihkan area depan bendera pada pagi hari. Sementara pada sore harinya, mereka diminta untuk membubarkan tenda seluruhnya.
Kemudian, pada pukul 10.00 WIB, mahasiswa berkumpul dan menyepakati untuk menolak membubarkan tenda sebelum bertemu dengan Ova Emilia selaku Rektor UGM mendengarkan tuntutan. Mahasiswa terlibat diskusi yang cukup alot dengan beberapa pihak Rektorat karena menolak membubarkan tenda. Awalnya, pihak Rektorat hanya ingin bertemu dengan 8 mahasiswa sebagai perwakilan. Tetapi, pihak dari Aliansi Mahasiswa UGM meminta Ova Emilia selaku Rektor untuk turun langsung menemui mahasiswa di halaman Balairung UGM.
Pukul 11.00 WIB, Aliansi Mahasiswa UGM akhirnya bertemu dengan Ova Emilia yang turun langsung ke halaman Balairung UGM. Menjelang waktu shalat Jumat, Gayuh, salah satu peserta aksi menuturkan lebih lanjut tuntutan dari mahasiswa. “Kami sadar bahwa ketika kami menolak uang pangkal di UGM, masalah sebenarnya adalah masalah yang ada di pusat (nasional). Jadi, kami ingin mengajak dan mungkin memaksa Ibu Ova Emilia untuk membuat video konferensi yang menyatakan membersamai gerakan mahasiswa menolak implementasi Permendikbud No. 2 Tahun 2024 tentang skema UKT dan IPI,” ungkapnya. Gayuh juga menyampaikan tuntutan untuk Ova Emilia mendesak pemerintah menaikkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pendidikan tinggi sebesar 30% dan membatalkan skema uang pangkal, baik itu Sumbangan Solidaritas Pendidikan Unggul (SSPU), IPI, atau yang lainnya di semua jenjang Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Akan tetapi, Ova Emilia tidak sepenuhnya menerima tuntutan mahasiswa. “Kita sejak awal tidak ingin melaksanakan suatu proses pendidikan itu adalah harus berkeadilan. Yang kaya ya silahkan memberikan subsidi, yang miskin, yang tidak mampu, harus kita tolong,” ujarnya. Perbincangan antara mahasiswa dengan Ova Emilia tidak berlangsung lama karena terpotong oleh shalat Jumat. Pihak Rektorat menanggapi bahwa perbincangan akan dilanjut setelah shalat Jumat. Namun, nyatanya pihak Rektorat terutama Ova Emilia tidak kembali ke halaman Balairung UGM.
Pada pukul 15.00 WIB, pihak PK4L bergerak ke lapangan untuk mencabuti tenda, akan tetapi mendapatkan penolakan dari mahasiswa. Attila selaku peserta aksi sekaligus korban kekerasan PK4L menjelaskan, ada salah satu teman perempuannya yang duduk di dekat pasak tenda, didorong dan digeser oleh PK4L, sama seperti dirinya yang mendapat perlakuan serupa. “Aku ngga tau ya kenapa tiba-tiba ditarik dan dipiting juga. Aku dituduh dorong-dorong padahal aku diem ya, gatau juga kaget ya, aku langsung hands-up pas itu,” jelas Attila.
Adanya tindakan represi oleh PK4L terhadap beberapa mahasiswa menimbulkan kekecewaan kepada pihak Aliansi Mahasiswa UGM. Pasalnya, aksi tersebut telah mendapat izin dan dilaksanakan secara damai. Keputusan yang diambil secara sepihak oleh Rektorat UGM tidak melemahkan sikap Aliansi Mahasiswa UGM untuk melanjutkan aksi. Attila mengungkapkan bahwa aksi solidaritas demi terpenuhinya tuntutan mereka mengenai penolakan IPI, pencabutan Permendikbud No. 2 Tahun 2024, dan penambahan APBN untuk sektor pendidikan akan diteruskan. “Untuk selanjutnya, aksi pasti akan dilanjutkan,” pungkasnya.
Penulis : Ilham Perdana Lazuardhi, Jusuf
Islam
Editor : Misbakhul Huda
Fotografer : Raehan Mahardika
Ilustrator : Raehan Mahardika