(bpmfpijar.com/Pramodana)
Senin (5/10), Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) kembali memenuhi panggilan Gejayan yang berlokasi di Jalan Afandi, Yogyakarta sebagai titik aksi. Aksi digelar merespons penyelenggaraan rapat paripurna keputusan RUU Ciptaker yang dilaksanakan hari itu, lebih awal dari waktu yang dijanjikan yaitu pada 8 Oktober 2020.
Massa aksi yang berjumlah kurang lebih 100 orang longmars dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) pada pukul 16.40 WIB menuju ke tengah pertigaan Gejayan dan membentuk formasi melingkar. Dalam formasi melingkar tersebut, perwakilan organ yang di antaranya adalah aliansi mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM); Klinik Advokasi dan Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (UII); Seniman Selatan; dan Cakrawala menyampaikan orasi.
Dalam orasi Aji sebagai perwakilan Cakrawala, ia menyampaikan bahwa DPR sama sekali tidak memihak pada rakyat. “DPR tidak pernah mendengar suara dan aspirasi yang kita suarakan. Omnibus Law merugikan kalangan buruh, masyarakat adat, perempuan, serta masyarakat kecil yang rentan ditindas atas nama investasi dan pembangunan,” terang Aji.
Pada pukul 18.00 WIB, perwakilan ARB menyampaikan di depan massa aksi, bahwa RUU Ciptaker telah disahkan bertepatan dengan berlangsungnya aksi. Massa aksi yang awalnya berbaris membentuk lingkaran pagar betis langsung menyerukan untuk membakar ban. Pembakaran ban dilakukan di tengah lingkaran massa aksi sembari menyanyikan lagu “Darah Juang”.
Lusi, Humas ARB, menyampaikan bahwasanya aksi turun ke jalan hari ini untuk merespons pengesahan RUU. Merujuk pada terbitan kajian ARB “Rilis 9 Maret”, Omnibus Law dinilai membawa banyak kesulitan bagi rakyat. Dalam kajian tersebut disampaikan bahwa Omnibus Law memperpanjang jam kerja dan lembur, menetapkan upah minimum yang lebih rendah, dan menghilangkan hak-hak pekerja perempuan seperti cuti haid; cuti hamil; dan cuti melahirkan.
Alasan lain Lusi menolak Omnibus Law karena dalam perumusannya tidak mengedepankan asas partisipasi publik, DPR tidak menerima kritik serta gelombang protes dari rakyat yang disampaikan sebelumnya.
Pada pukul 19.08 WIB perwakilan ARB mendapatkan berita pembubaran aksi oleh polisi dengan dibukanya akses jalan menuju Jalan Afandi. Beberapa menit setelah berita disampaikan, polisi mendatangi massa aksi dan menginstruksikan massa aksi untuk membubarkan diri. Massa aksi tetap bergeming hingga polisi mengarahkan lampu sorot kepada massa aksi dan mencoba memukul mundur massa aksi.
Toko-toko yang berada di sekitar titik aksi mulai tutup bertepatan dengan instruksi pembubaran massa. Pemilik kios buah Sam di Jalan Afandi, menyatakan dukungan terhadap aksi tersebut. “Kalau untuk kebaikan bangsa ya tentu saja. Hanya karena tidak ada informasi dari awal mengenai pelaksanaan aksi hari ini ya jadi agak kaget.” Ia tidak mempersoalkan apabila harus menutup toko selama aksi berlangsung. Ia mengakui aksi-aksi yang digelar di Gejayan sebelumnya berakhir damai, ia mengharapkan aksi hari ini juga bisa berakhir damai.
Zain, perwakilan massa aksi dari UII, mengatakan urgensi dari aksi hari ini adalah pengkhianatan DPR terhadap rakyat karena mengusahakan pembahasan RUU Ciptaker tanpa melibatkan rakyat. Zain menilai aksi hari ini telah gagal. “Kita sebagai masyarakat sudah gagal karena tidak dapat membendung disahkannya RUU Ciptaker,” tegas Zain.
Dalam aksi tersebut ARB membacakan pernyataan sikap sebagai berikut: (1) Aksi hari ini merupakan respon terhadap pengebutan pembahasan Omnibus Law yang tidak menghiraukan gelombang penolakan dari masyarakat luas; (2) ARB akan terus menolak Omnibus Law tanpa kompromi baik itu dari jalur litigasi maupun nonlitigasi; (3) ARB mengajak segenap masyarakat Indonesia untuk berpartisipasi aktif dalam rangkaian solidaritas penolakan dan pengawalan terhadap penolakan Omnibus Law; (4) ARB tetap mengawal tujuh tuntutan yang telah disuarakan pada aksi sebelumnya pada tanggal 16 Agustus 2020.
Pada pukul 19.43 massa aksi dipukul mundur polisi hingga kembali ke titik kumpul, UNY. Sebelum massa aksi membubarkan diri, mereka melakukan pembahasan terkait langkah selanjutnya yang akan ditempuh. ARB menyatakan untuk tetap melakukan konsolidasi dan menggelar serangkaian aksi hingga tanggal 8 Agustus, tanggal ditetapkannya awal rapat paripurna DPR.
(Ayom/Isabella)