Sesuatu yang pernah singgah di kepala kita tidak akan mudah untuk hilang begitu saja. Terlebih, “sesuatu” itu telah diwarnai dengan berbagai cerita. Namun, sebentar lagi, kita akan menjadikan “sesuatu” itu bersejarah. Setidaknya, “sesuatu” itu pernah hadir memberikan sedikit pengaruh bagi kita serta orang-orang telah mengenal dan mengecapnya. Dan tidak jarang pula, orang-orang itu lahir karenanya. Memang, “sesuatu” itu tidak akan memberikan apa-apa bagi mereka, namun orang-oranglah yang memberikan apa-apa terhadapnya.
Akan tetapi, demi sebuah kemajuan dan sesuatu hal yang baru, “sesuatu” itu akan rata dengan tanah. “Sesuatu” itu memang akan hilang, tetapi orang-orangnya tidak akan hilang. Orang-orang itulah yang akan tetap mengecap dirinya menjadi bagian dari “sesuatu” itu. Meskipun nanti orang-orang itu akan bergabung dengan “sesuatu-sesuatu” yang lain di dalam sebuah ruangan yang baru, orang-orang itu tidak akan pernah melupakan cerita “sesuatu” itu.
Orang-orang dalam “sesuatu” itu telah mengetahui bahwa “sesuatu” itu sebentar lagi akan rata dengan tanah. Kemudian, mereka telah siap meninggalkan tawa dan duka yang pernah mengisi “sesuatu” itu selama tiga dekade. Meninggalkan sesuatu yang pernah menjadi bagian kehidupan bisa dikatakan mudah. Akan tetapi, hal yang tidak bisa adalah meninggalkan kenangan yang pernah diberikan “sesuatu” itu.
Terdapat tiga pintu utama di dalam “sesuatu” itu, di mana karya dan cerita telah lahir. Tiga pintu utama tersebut memiliki sebuah ciri khas tersendiri. Ada yang mengarah ke musik, seni, pecinta alam dan jurnalistik. Dan “sesuatu” itu pada demonstrasi tahun 1998 pernah menjadi markas bagi aktivis-aktivis yang menginginkan reformasi.
Kita tidak dapat mencegah pembongkaran terhadap “sesuatu” itu, karena “sesuatu” itu sendiri berada dalam wilayah yang sarat dengan kebijakan-kebijakan serta rencana-rencana. Akhirnya kita hanya bisa bercerita mengenai apa yang telah dilakukan di dalam “sesuatu itu”. Rencananya “sesuatu” itu akan dijadikan taman atau entah apa. Artinya, area yang pernah kita jadikan sebagai tempat berkarya tersebut, tidak lagi bisa kita pandangi dalam wujud aslinya, namun akan menjadi wujud yang lain
Pada waktu yang akan datang, orang-orang hanya bisa menceritakan bahwa “sesuatu” itu pernah berdiri di depan Gedung A, yang kelak akan berdiri lima lantai. Berbagai tafsir cerita pun akan terdengar mengenai “sesuatu” itu. Apakah mereka yang mendengar sesuatu itu pernah ada, akan percaya atau tidak?
Jika mereka pecaya, hal itu merupakan bonus bagi si pencerita. Namun, jika mereka tidak percaya, hal itu telah menjadi konsekuensi pula bagi pencerita. Mungkin, pendengar cerita akan lebih percaya bahwa “sesuatu” itu tidak pernah ada dan menganggap yang ada hanyalah cerita-cerita yang terdengar mengenai “sesuatu” itu.
Ya, “sesuatu” itu meskipun sejauh ia berdiri tidak terlalu istimewa (secara fisik), namun “sesuatu” itu telah melahirkan berbagai sosok yang fokus pada bidangnya sendiri-sendiri. Dan sebentar lagi, tidak sampai dua bulan, “sesuatu” itu akan menjadi romantisme. Orang mengenal nama “sesuatu” itu adalah Komunitas Tiga Ruang. Yang hilang adalah bangunannya, bukan orang-orangnya. “Sesuatu” tetap ada dalam pikiran orang-orang. (Caboet)